Pertimbangan Hakim Terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan dalam Putusan
Kolom

Pertimbangan Hakim Terkait Hal yang Memberatkan dan Meringankan dalam Putusan

Satu hal yang juga penting untuk dipahami perihal persepsi hakim tentang hal meringankan atau memberatkan adalah pengaruh kenyataan bahwa ada bagian yang hilang dalam keseluruhan proses.

Sebagai contoh, fakta bahwa terdakwa merupakan pejabat negara misalnya, dianggap sebagai hal-hal yang meringankan mengingat ia telah mengabdikan hidupnya untuk bekerja pada negara. Namun, di kesempatan lainnya, jabatan tersebut justru ditempatkan sebagai hal yang memberatkan dengan alasan seharusnya abdi negara bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan tindak pidana.

Faktor lain yang ternyata juga muncul sebagai pertimbangan adalah adanya cercaan masyarakat luas sebagaimana muncul dan disuarakan melalui media sosial. Adanya hal ini bisa dipertimbangkan sebagai alasan meringankan atau sebaliknya memberatkan. Secara sosiologis-empiris, peran dan pengaruh masyarakat ini jelas mempengaruhi putusan akhir hakim.

Dari perspektif legal realism yang juga diajarkan almarhum Prof. Soetandyo Wignyosoebroto, hakim – sekalipun secara yuridis formal mandiri atau otonom – sudah pasti merespon tekanan sosial politik ketika memeriksa, memutus dan menjatuhkan pidana. Kita bisa melihat apa yang terjadi dalam Kasus video asusila Ariel (2010), kasus pembunuhan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik (2011) atau kasus penodaan agama Meliana (2016) dan Basuki Tjahaja Purna (2017) atau yang terakhir kasus korupsi Bansos (2021).

Terlepas dari itu, jelas bahwa terdakwa di hadapan yang mulia hakim setidaknya harus berpakaian rapih atau sopan, tidak menyilangkan kaki dan sebaiknya hanya menjawab jika ditanya serta sesegera mungkin mengakui kesalahan dan menunjukkan penyesalan. Dapat diduga bahwa hal-hal tersebut diperhitungkan sebagai unsur peringan atau pemberat terkait dengan persepsi hakim perihal obstruction of justice, obstruction of the administration of law atau dalam kasus-kasus di atas lebih tepatnya obstruction of judges work in dispensing final judgment in a speedy manner. Tentu ini dengan mempertimbangkan kemungkinan pemahaman berbeda dari konsep-konsep tersebut.

Faktor penyebab

Satu hal yang juga penting untuk dipahami perihal persepsi hakim tentang hal meringankan atau memberatkan adalah pengaruh kenyataan bahwa ada bagian yang hilang dalam keseluruhan proses. Kerapkali dalam pemeriksaan pengadilan tidak lagi dilakukan analisis dan pemahaman tentang hal-hal yang melingkupi atau melatarbelakangi terjadinya suatu peristiwa.

Semua faktor sosial ekonomi dan juga psikologis dari pelaku, termasuk juga relasi pelaku dengan korban, tidak lagi dianggap penting ketika dalam perspektif hukum pidana, suatu peristiwa telah “direduksi” menjadi dugaan tindak pidana dan proses pemeriksaan pengadilan menjadi proses pembuktian unsur-unsur tindak pidana tersebut. Itu pula sebabnya, bagian lain yang juga hilang dalam proses pemeriksaan di pengadilan adalah analisis mendalam (bukan sekadar penyebutan) terhadap dampak psikologis perbuatan pelaku terhadap korban atau keluarga korban. Selain itu, dalam putusan hakim kerap kali tidak tampak hakim mengukur dampak sosial ekonomi terhadap korban dan masyarakat.

Sebagai collateral damage, hal lain yang kerap kali juga hilang dalam uraian peristiwa pidana adalah gambaran tentang tingkat kekejian atau kekejaman pelaku (grade of malevolence) atau ketidakpedulian (ignorance-carelessness-gross negligence) dari pelaku. Semua itu mungkin diperbincangkan di kalangan terbatas atau diungkap media massa, tapi tidak tercatat berpengaruh terhadap penjatuhan pidana. Bahkan juga ketika unsur memberatkan diungkap dalam konteks tingkat kekejian dan akibatnya, tetap tidak serta merta jelas bagaimana hal itu berkorelasi terhadap putusan akhir. 

Tags:

Berita Terkait