Pertumbuhan Ekonomi 5,44 Persen, Legislator Ingatkan Dampak “Commodity Boom”
Terbaru

Pertumbuhan Ekonomi 5,44 Persen, Legislator Ingatkan Dampak “Commodity Boom”

Bisa jadi pertumbuhan ekonomi 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022 merupakan pertumbuhan semu sebagai dampak ledakan harga komoditas (commodity boom).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

BPS melansir pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun 2022 mencapai 5,44 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada industri pengolahan sebesar 0,82 persen, transportasi dan pergudangan 0,76 persen, dan perdagangan 0,58 persen.

“Di tengah tekanan inflasi global dan ancaman resesi, ekonomi Indonesia tumbuh impresif sebesar 5,44 persen pada Triwulan 2-2022 yang menandakan tren pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan semakin menguat,” begitu kutipan dokumen yang dilansir BPS dalam Berita Resmi Statistik, Jumat (5/8/2022).

Dalam dokumen tersebut, BPS memaparkan sepanjang triwulan 2-2022 kinerja perekonomian Indonesia dipengaruhi faktor domestik dan global. Secara global, gangguan rantai pasok dunia berdampak pada kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia dan global. Secara domestik, pelonggaran mobilitas penduduk dan momen hari raya Idul Fitri mendorong ekspansi konsumsi masyarakat sekaligus menjadi stimulus peningkatan suplai.

Menanggapi pertumbuhan ekonomi itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Melkiansyah, mengingatkan pemerintah untuk waspada pertumbuhan semu sebagai dampak dari adanya ledakan harga komoditas yang sangat tinggi (commodity boom). “Kita tidak boleh terlena karena bisa jadi ini merupakan pertumbuhan yang semu akibat commodity boom di mana harga komoditas melambung tinggi, sedangkan output yang kita hasilkan sebenarnya relatif tidak berubah,” kata Charles sebagaimana dilansir laman dpr.go.id, Jumat (5/8/2022).

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu menilai pertumbuhan itu menunjukkan perekonomian domestik memiliki ketahanan yang cukup kuat terhadap guncangan dari luar. “Selain itu, mobilitas yang relatif tinggi karena kebijakan pengendalian Covid-19 yang diterapkan tidak seketat negara lain, juga bisa menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi 5,44 persen itu menurut Charles merupakan bentuk keberhasilan Indonesia dalam mengelola perekonomian. Antara lain menyeimbangkan antara demand (permintaan) dan supply (penawaran). Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukan perbaikan setiap triwulan, ini menunjukan optimisme untuk terhindar dari resesi.

Tapi Charles mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam membuat kebijakan mengingat adanya tekanan inflasi global dan risiko resesi global yang disebabkan oleh pengetatan moneter yang agresif di Amerika Serikat dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di Cina. Indonesia diprediksi hanya memiliki potensi resesi sebesar 3 persen.

Kendati prediksi resesi itu tergolong rendah, Charles menekankan bukan berarti Indonesia bebas dari ancaman resesi. “Perekonomian yang semakin terintegrasi melalui jalur perdagangan dan keuangan membuat potensi shock yang menyebabkan resesi dapat terjadi kapan saja. Resesi sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang lumrah terjadi dalam siklus bisnis perekonomian asalkan jangka waktunya tidak lama dan berkepanjangan,” urai politisi partai Nasdem itu.

Tags:

Berita Terkait