Perubahan Aspek Formil Penanganan Perkara Persaingan Usaha Pasca UU Ciptaker
Utama

Perubahan Aspek Formil Penanganan Perkara Persaingan Usaha Pasca UU Ciptaker

Mulai dari perubahan forum dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga; jangka waktu pemeriksaan menjadi 3 sampai dengan 12 bulan; keharusan menyediakan jaminan bank maksimal 20% nilai denda; terlapor tidak dapat mengajukan bukti baru; sampai dengan tidak ada upaya hukum Peninjauan Kembali terhadap Putusan KPPU.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Asep Ridwan dalam webinar bertajuk 'Update on Fair Competition Law Post Omnibus Law and Its Recent Issues' yang digelar Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) bersama AHP, Selasa (22/11/2022). Foto: FKF
Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Asep Ridwan dalam webinar bertajuk 'Update on Fair Competition Law Post Omnibus Law and Its Recent Issues' yang digelar Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) bersama AHP, Selasa (22/11/2022). Foto: FKF

Telah berusia dua dekade lebih, UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sejak lama telah mendapat perhatian untuk dapat dilakukan perubahan. Meski berbagai pembahasan dan upaya telah dilakukan KPPU, DPR, dan pemerintah, namun masih belum membuahkan hasil. Sampai akhirnya terbitlah UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

“Salah satu klusternya mengenai UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada beberapa hal baru (yang diatur) berdasarkan UU Cipta Kerja,” ujar Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Asep Ridwan dalam webinar bertajuk ”Update on Fair Competition Law Post Omnibus Law and Its Recent Issues” yang digelar Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) bersama AHP, Selasa (22/11/2022).

Baca juga:

Pertama, adanya perubahan mengenai forum (kompetensi) pengadilan yang menyelesaikan permohonan keberatan terhadap putusan KPPU terhadap pelaku usaha. Bila sebelumnya itu diajukan pada Pengadilan Negeri, kini diajukan pada Pengadilan Niaga. “Kebetulan (saya) ikut diskusi mengenai hal ini. (Latar belakangnya) karena sebaiknya hakim yang menangani perkara persaingan usaha itu adalah Hakim yang paham mengenai hukum persaingan usaha,” terangnya.

Pasalnya, terkadang dalam praktiknya ketika suatu perkara ditangani di Pengadilan Negeri pelosok, perkara ditangani oleh hakim yang sama sekali belum pernah menangani perkara persaingan usaha. Umumnya tidak hanya dari segi substansi, melainkan kadang hukum acaranya juga belum dipahami hakim Pengadilan Negeri.

Lain halnya dengan Pengadilan Niaga yang hanya tersebar pada 5 provinsi. Dengan hakim-hakim yang umumnya senior menangani perkara perniagaan, competition law juga disebutkan Asep masuk dalam lingkup perniagaan itu.

Lebih lanjut, berdasarkan Perma No.3 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengajuan dan pemeriksaan Keberatan terhadap Putusan KPPU di Pengadilan Niaga menegaskan semua hakim yang menangani perkara persaingan usaha harus merupakan hakim yang sudah punya sertifikasi. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) Perma No.3/2021.

Tags:

Berita Terkait