Pesan Legislator Terhadap Panglima TNI Baru Jelang Tahun Politik
Terbaru

Pesan Legislator Terhadap Panglima TNI Baru Jelang Tahun Politik

TNI diharapkan mampu berdiri di posisi yang tepat saat dihelatnya pesta demokrasi (Pemilu 2024). Panglima TNI yang baru harus berkaca pada momentum-momentum politik pemilu-pemilu sebelumnya terkait bagaimana menjaga netralitas TNI.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

"Betul-betul TNI itu (harus) menjadi milik rakyat, bukan milik partai tertentu, bukan milik golongan tertentu. Inilah yang akan memperkuat TNI itu sendiri. Saya yakin Pak Yudo akan mampu membawa posisi TNI yang betul-betul menjadi milik rakyat itu," ujar Arwani.

Menurut Arwani, tahun 2023 adalah tahun politik sebagai persiapan menghadapi Pemilu 2024. Oleh karena itu, penting untuk menempatkan profesionalisme TNI. Lebih lanjut, Arwani juga memberikan perhatian khusus agar Panglima TNI melakukan terobosan komunikasi dalam konteks perkembangan atau dinamika nasional.

Pekerjaan rumah  

Sebelumnya, kalangan masyarakat sipil mengingatkan ada banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dituntaskan Panglima TNI baru. Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, mencatat sedikitnya ada 5 agenda prioritas yang perlu dilakukan Panglima TNI baru. Pertama, Panglima TNI perlu mengevaluasi dan mengoreksi semua bentuk perbantuan TNI (operasi militer selain perang) yang bertentangan dengan UU TNI, khususnya di Papua yang sering berdampak buruk terhadap kekerasan politik dan pelanggaran HAM.

Kedua, penegakan hukum terhadap anggota TNI yang melakukan penyimpangan dan kekerasan terhadap masyarakat. Panglima TNI yang baru tidak boleh membiarkan kejahatan yang melibatkan anggotanya berlalu tanpa proses hukum yang tegas (impunitas). Terkait penghapusan impunitas, Gufron mengingatkan penting bagi DPR dan pemerintah untuk mendorong kembali reformasi peradilan militer atau merevisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

“Harus dipastikan TNI mendukung reformasi peradilan militer mengingat agenda itu merupakan mandat TAP MPR Nomor 6 dan 7 Tahun 2000 dan UU TNI,” kata Gufron.

Ketiga, agenda penting lainnya melakukan restrukturisasi komando teritorial sebagaimana mandat UU TNI karena struktur komando militer tidak boleh mengikuti sama persis dengan struktur pemerintahan sipil. Keempat, penguatan kontrol dan pengawasan terhadap TNI menurut Gufron harus menjadi prioritas dalam pembangunan TNI ke depan. Apalagi dalam waktu dekat akan masuk perhelatan pemilu sehingga kontrol dan pengawasan ketat terhadap anggota TNI harus diperkuat.

Langkah tersebut menurut Gufron perlu dibarengi oleh penguatan mekanisme akuntabilitas. Siapapun yang melakukan pelanggaran harus ada tindakan tegas. Dalam konteks penguatan aspek pengawasan tersebut, panglima TNI baru perlu membuka partisipasi dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Komnas HAM, Komnas perempuan, Ombudsman dan lembaga negara lainnya, serta juga dengan organisasi masyarakat sipil.

Kelima, Gufron menekankan bahwa panglima TNI baru juga perlu menjaga kesinambungan terkait kebijakan-kebijakan positif yang diinisiasi oleh panglima TNI sebelumnya. Misalnya penghapusan test keperawanan bagi perempuan calon anggota TNI, keturunan PKI dapat mendaftar calon anggota TNI, serta mengubah pendekatan keamanan di Papua dari militeristik menjadi pendekatan kemanusiaan.

“Sebagai sebuah inisiatif, kebijakan yang diinisiasi oleh panglima TNI sebelumnya (Andika) tentunya penting untuk dijalankan secara nyata dan konsisten,” katanya.

Tags:

Berita Terkait