Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi terkait skripsi tidak lagi diwajibkan sebagai tugas akhir di perguruan tinggi terus menjadi sorotan publik terutama kalangan civitas akademika di Fakultas Hukum.
Sesuai Pasal 104 Permendikbudristek ini pengelola dan penyelenggara perguruan tinggi diminta menyesuaikan diri paling lama 2 tahun sejak terbitnya Permen tersebut. Namun, beragam pandangan mengemuka terutama dari kalangan pimpinan perguruan tinggi. Apa saja sebetulnya plus dan minus dari Permendikbudristek No.53/2023 ini bila dilihat dari kaca mata penyelenggara pendidikan tinggi hukum di Indonesia?
“Ada di Pasal 18 sampai 20 (mengenai perubahan aturan tugas akhir tiap jenjang pendidikan tinggi). Mereka sekarang bisa pakai prototipe, skripsi, apapun yang ditetapkan boleh. Tapi itu masih menimbulkan kontroversi bagi orang yang membacanya,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti (FH Usakti) Dr. Siti Nurbaiti ketika dijumpai di ruang kerjanya, Rabu (6/9/2023).
Baca Juga:
- Skripsi Tak Lagi Wajib, Begini Respons Dekan FH Unpad dan Dekan FH UII
- Menelaah Isi Permendikbudristek Soal Tak Wajib Skripsi
Dalam Pasal 18 ayat (9) huruf a Permendikbudristek No. 53/2023 itu disebutkan bahwa program studi (prodi) pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui tugas akhir yang dapat berupa skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok. Atau, penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan. Hal tersebut seperti tertuang dalam Pasal 18 ayat (9) huruf b Permendikbudristek No. 53/2023.
Demikian halnya untuk jenjang S-2 sebagaimana diatur Pasal 19 ayat (2) Permendikbudristek No. 53/2023, mahasiswa pada program magister/magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis. Hal serupa bagi mahasiswa Program Doktor/Doktor Terapan yang tidak dibatasi pada disertasi semata seperti tertuang Pasal 20 ayat (2) dalam Permendikbudristek ini. Tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.
“Tetapi kalau saya pribadi lihat itu gapapa, kita tetap menggunakan pedoman Permen yang baru ini, tapi dengan harmonisasi. Jangan sampai kita membuat tugas akhir itu bertentangan dengan Permen yang baru ini. Gak boleh lepas dari poin-poin itu walaupun dengan berbagai variasi yang ada,” paparnya.