Plus-Minus Pemisahan Berkas Perkara Fatia-Haris
Terbaru

Plus-Minus Pemisahan Berkas Perkara Fatia-Haris

Karena digelar dalam 2 mekanisme persidangan, masing-masing terdakwa bakal menjadi saksi secara timbal balik, dan keterangannya pun bakal menjadi alat bukti terdakwa lainnya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
 Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra
Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra

Jaksa Penuntut Umum (JPU) memisah perkara aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan. Dalam persidangan perdana dengan agenda pembacaan dakwaan yang digelar, Senin (03/04/2023) kemarin, tim kuasa hukum Fatia-Haris meminta kepada majelis hakim agar perkara ini digabung.

Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra, berpendapat pemisahan perkara atau sliptsing merupakan kewenangan penuntut umum sebagaimana diatur Pasal 141 dan 142 KUHAP. Pemisahan perkara itu menurut Azmi biasanya dilakukan oleh JPU bila perkara itu kurang bukti dan kesaksian. Dengan dipisah, masing-masing terdakwa akan menjadi saksi secara timbal balik. Jika perkara digabungkan maka para terdakwa tidak dapat dijadikan saksi timbal balik.

“Tentunya ini juga bermanfaat guna memudahkan jaksa menyusun tuntutan dan kelengkapan materil terkait terpenuhinya 2 alat bukti yang sah,” ujarnya kepada Hukumonline, Rabu (6/4/2023) kemarin.

Meskipun wewenang JPU, namun dalam praktiknya cenderung bila jaksa memecah satu perkara menjadi dua atau lebih (a split trial) biasanya dilakukan  apabila perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian. Nah, konsekuensi  berkas perkara dipisah, maka masing-masing terdakwa akan menjadi saksi secara timbal balik. Sedangkan bila digabungkan antara satu dengan yang lain tidak dapat dijadikan saksi timbal balik dan tentunya ini juga bermanfaat guna memudahkan bagi jaksa untuk menyusun tuntutan dan kelengkapan materil terkait terpenuhinya 2 alat bukti yang sah.

Menurut Azmi, pemisahan berkas perkara sejatinya kurang menguntungkan bagi terdakwa Fatia-Haris dalam melakukan pembelaan. Hal itu membuat pemeriksaan persidangan menjadi lebih lama, karena akan digelar dalam 2 mekanisme persidangan dan keterangan antar terdakwa dalam sidang dijadikan alat bukti untuk terdakwa lainnya. Keterangan di persidangan bisa saling mengunci kualifikasi perbuatan dan unsur bagi terdakwa lainnya yang perkaranya dipisah.

Peluang bagi Fatia-Haris untuk bebas atau lepas dari segala tuntutan JPU yakni harus ada bukti yang cukup kuat yang dihadirkan di persidangan. Dalam hal ini terkait kajian yang disampaikan Fatia-haris melalui sarana elektronik yakni akun Youtube harus benar fakta dan buktinya. “Jika hal tersebut dapat dibuktikan maka apa yang disampaikan sepanjang demi kepentingan umum maka tidak dapat dikatakan pencemaran nama baik,” urai Azmi.

Dalam persidangan perdana yang digelar Senin (03/04/2023) lalu tim JPU mengungkapkan sejumlah hal. Antara lain Fatia-Haris mendiskusikan hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia bertema “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Haris dinilai membuat dokumen elektronik berupa video diskusi yang mengangkat isu tersebut. Padahal riset itu belum terbukti kebenarannya, sehingga mencemarkan nama baik Luhut Binsar Panjaitan.  Apalagi video yang diunggah di akun youtube Haris dalam video berjudul “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam” itu dapat diakses publik.

Tags:

Berita Terkait