Poin-poin Pandangan AKPI Terkait Moratorium PKPU dan Pailit
Terbaru

Poin-poin Pandangan AKPI Terkait Moratorium PKPU dan Pailit

Dengan memberlakukan moratorium dari pelaksanaan UU Kepailitan artinya negara tidak memberikan kepastian dalam kelangsungan usaha/berbisnis di Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Delapan, bagaimana dampaknya moratorium UUKPKPU terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Moratorium PKPU sangat mungkin mengakibatkan banyaknya tagihan yang dimiliki oleh BUMN kepada debitor, apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi karena telah menimbulkan kerugian keuangan negara.

Terkait banyaknya jumlah permohonan PKPU dan pailit yang masuk ke seluruh Pengadilan Niaga di Indonesia, berdasarkan data AKPI memang terjadi peningkatan perkara PKPU di sejumlah PN Niaga. Misalnya saja di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dimana pada tahun 2019 terdapat 281 perkara PKPU, di tahun 2020 ada 441 perkara PKPU dan untuk periode Januari-Agustus 2021 sudah tercatat 331 perkara.

Namun, Jimmy menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dijadikan patokan atau mencerminkan jumlah debitor/pelaku usaha yang sedang dimohonkan PKPU/Pailit. Hal ini dikarenakan bisa saja terhadap satu debitor dimohonkan PKPU/Pailit lebih dari satu ataupun dua kali atau bahkan ada yang dimohonkan sampai lima dan enam kali mengingat UU Kepailitan tidak mengenal asas ne bis in idem.

Kemudian fakta lain yang tak bisa diabaikan adalah selama pandemi sejak awal tahun 2020 sampai dengan saat ini telah tercatat puluhan pengesahan perdamaian/homologasi atas perusahaan/debitor besar yang nilai utangnya mencapai ratusan miliar bahkan triliunan Rupiah. Berdasarkan data yang dihimpun oleh AKPI sepanjang tahun 2019 hingga 2021, sebanyak 19 permohonan PKPU dengan total tagihan berjumlah besar berakhir damai. Dan fakta kegagalan tercapainya perdamaian dikarenakan debitor yang dinilai tidak beritikad baik memberikan kepastian untuk pemenuhan kewajibannya yang tertuang dalam rencana perdamaian.

Jimmy juga menegaskan bahwa dalam UU Kepailitan memberikan kesempatan bagi debitur untuk mengajukan rencana perdamaian baik dalam fase PKPU maupun dalam fase Pailit, bahkan dalam keadaan setelah insolvensi pun masih terdapat lembaga rehabilitasi jika ada pihak ketiga/investor yang bisa dan bersedia menyelesaikan kewajiban debitor kepada para Kreditornya, serta adanya lembaga untuk going concern (melanjutkan kelangsungan usaha Debitor).

Pelaksanaan moratorium tentu tidak menghilangkan hak dari para kreditur untuk menuntut pembayaran/pelunasan atas utang debitur, tentu setelah dicabutnya moratorium atau berlakunya UU Kepailitan yang baru para kreditor akan secara masif kembali menagihkan pemenuhan utang-utangnya tersebut.

Dan yang terpenting adalah UU Kepailitan merupakan suatu pranata hukum yang memberikan jaminan kepastian berusaha/berbisnis di Indonesia baik bagi pengusaha dalam negeri terlebih bagi pengusaha/investor asing. Dengan memberlakukan moratorium dari pelaksanaan UU Kepailitan artinya negara tidak memberikan kepastian dalam kelangsungan usaha/berbisnis di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait