Polda Kalsel Ungkap TPPU Terkait Pertambangan
Aktual

Polda Kalsel Ungkap TPPU Terkait Pertambangan

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Polda Kalsel Ungkap TPPU Terkait Pertambangan
Hukumonline
Polda Kalsel mengungkap kasus dugaan pencucian uang senilai Rp57,9 miliar yang dikumpulkan dari usaha pertambangan tanpa izin hanya dalam kurun waktu 11 bulan yaitu September 2012 hingga Juli 2013.

Direktur Reskrim Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Kombes Polisi Lukas Akbar Abriari pada gelar kasus di Banjarmasin, Senin mengungkapkan, dugaan kasus pencucian uang tersebut berawal dari upaya Polda kalsel mengungkap kasus pertambangan tanpa izin di Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut.

Penyelidikan dimulai Berdasarkan laporan nomer LP/79/VII/2013/Kalsel/Ditreskrimsus pada 24 Juli 2013 tentang penambangan tanpa izin yang dilakukan tersangka SGT di areal perkebunan HGU PT Indoraya di Desa Kintap.

"Dari laporan tersebut kita menindaklanjuti dan melakukan penyelidikan ke lapangan hingga ke aliran dana tersangka, dan hasilnya sangat fantastis, dalam waktu kurang satu tahun, tersangka berhasil mengumpulkan dana hingga Rp57,9 miliar yang terbagi dalam beberapa rekening," katanya.

Dana tersebut, kata Lukas, selain tetap disimpan pada lima rekening bank Mandiri, atas nama tersangka SGT, juga CV Rahmah, Sarfiant, Taufikurahman dan Tri Ermawati, juga telah dibelikan beberapa aset yang beberapa diantaranya telah disita.

Beberapa barang bukti yang disita polisi, antara lain tujuh buah mobil mewah yaitu Robicon, Hilux, Nisasan Nawara, Fotuner dan X Over, selain itu juga lima mobil Dum Truk, dan tiga exavator.

"Saya yakin selain beberapa barang bukti yang berhasil disita tersebut, masih terdapat puluhan mobil lainnya, yang masih belum disita," katanya.

Dari hasil penyelidikan, Sgt juga telah membeli enam unit alat berat, 21 unit R4, 11 unit R6, tujuh unit tronton dan beberapa masih dalam penyelidikan.

Lukas memastikan, untuk saat ini baru Sgt yang ditetapkan menjadi tersangka, kemungkinan ada tersangka lainnya, hingga kini pihak kepolisian belum berani untuk memprediksi, karena masih terus melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data-data lainnya.

Terhadap perbuatannya,tersangka diancam dengan hukuman pidana kurungan maksimal selama sepuluh tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Selain Polda Kalsel, Komisi Pemberantasan Korupsi, kini sedang menyelidiki berbagai dugaan kasus tindak pidana di sektor pertambangan.

Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin mengungkapkan, dalam waktu dekat Komisi Pemberantasan Korupsi akan turun ke daerah-daerah untuk memeriksa izin pertambangan yang dikeluarkan oleh kabupaten dan kota.

Menurut Gubernur beberapa waktu lalu 12 Gubernur dipanggik KPK untuk mendapatkan penjelasan tentang berbagai persoalan pertambangan dan proses pemberian izin.

Dalam pertemuan yang bersama pimpinan KPK Busyro Muqoddas dengan 12 Gubernur, khusus Kalsel diwakili Kepala Dinas Pertambangan, ungkap Rudy, KPK meminta data terkait perizinan tambang yang diterbitkan kabupaten/kota di 12 provinsi tersebut.

"Semua izin akan diperiksa dan diverifikasi oleh KPK, untuk diketahui apakah sesuai prosedur atau tidak," katanya.

Selain itu KPK juga akan memeriksa, apakah penerbitan perizinan tersebut sesuai prinsip "Clean and Clear" atau tidak.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mensinyalir terdapat sekitar Rp5.000 triliun pendapatan negara dari pajak dan royalti pertambangan menguap karena adanya kebocoran sistem pendapatan atau pemasukan.

Ketua Tim Supervisi Pencegahan Korupsi KPK Muhammad Rofie Haryanto pada suatu kesempatan di Banjarmasin, mengungkapkan, seandainya sistem penerimaan negara dari pajak dan royalti pertambangan tidak bocor, penerimaan negara bisa mencapai Rp6.000 triliun.

"Namun kenyataannya kita hanya bisa menerima sekitar seribu triliun rupiah saja, berarti diduga terjadi kebocoran terhadap potensi penerimaan negara hingga Rp5.000 triliun," katanya.

Menurut dia, saat ini pihaknya sedang konsentrasi mengevaluasi terhadap penerimaan negara dari sektor migas dan pertambangan, mulai dari proses pemberian izin hingga akhir pengiriman, dan potensi penerimaan negara.

Menurut Rofie, penerimaan negara merupakan salah satu ladang yang memiliki potensi cukup besar untuk tindakan korupsi oleh pihak-pihak terkait, selain sektor pelayanan publik dan penganggaran.

"Saya sepakat, potensi korupsi pada sektor penerimaan juga jauh lebih besar dibanding dengan sektor pelayanan publik dan penganggaran sebagaimana yang terjadi selama ini," katanya.

Dari sektor penerimaan, tambah Rofie, KPK berhasil mencegah potensi kebocoran uang negara hingga Rp152,4 triliun yang merupakan angka dari hasil aset migas yang ada di luar negeri. * Biqwanto.
Tags: