Polemik Kapolri Bisa Ganggu Pemberantasan Korupsi di Daerah
Berita

Polemik Kapolri Bisa Ganggu Pemberantasan Korupsi di Daerah

Pemberantasan korupsi di daeah bisa terganggu jika institusi Polri dipimpin seorang Plt yang tidak bisa memutuskan kebijakan strategis.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Komjen Pol Budi Gunawan. Foto: RES
Komjen Pol Budi Gunawan. Foto: RES
Penangguhan pelantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) karena menyandang status tersangka diyakini akan menyisakan sejumlah persoalan di tubuh Polri. Salah satu agenda penting yang akan terganggu adalah pemberantasan korupsi di daerah.

“Walau presiden sudah mengangkat Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri, namun kinerja Polri dipastikan tidak akan maksimal, dibanding  jika dipimpin oleh Kapolri yang sudah definitif,” ujar Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris, di Jakarta, Selasa (20/1).

Fahira mengatakan, prestasi Polri dalam memberantas korupsi di daerah patut diapresiasi. Pada 2013 misalnya, Polri berhasil merampungkan 1.343 kasus korupsi di seluruh Indonesia dan menyelamatkan sekitar Rp911 miliar uang negara. Menurutnya, peran Polri sangat penting, di mana KPK belum bisa menjangkau pemberantasan korupsi di berbagai daerah.

“Polri sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di daerah. Ini bisa terganggu jika institusi Polri masih dipimpin seorang Plt yang tidak  bisa memutuskan kebijakan strategis,” katanya.

Dia menambahkan, dengan sumber daya manusia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta ditunjang dengan anggaran yang besar, menjadikan peran Polri dalam agenda pemberantasan korupsi di daerah sangat signifikan. Fahira yakin Polri bisa menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di daerah yang begitu masif.

Syaratnya, lanjut Fahira, institusi Polri harus dipimpin oleh orang yang bersih, tidak punya cela baik dari sisi hukum maupun moral. “Bagaimana anggota Polri di daerah mau berantas korupsi kalau Kapolrinya sendiri bermasalah dengan hukum. Pemberantasan korupsi perlu cara yang tidak biasa dan ini hanya bisa berjalan baik jika institusi Polri sudah punya pimpinan definitif,” ujar senator asal Jakarta ini.

Lebih jauh, Fahira meminta Presiden Joko Widodo (jokowi) tidak terlalu lama membiarkan institusi Polri dipimpin oleh seorang Plt. Menurutnya, harus ada solusi yang konkret mengingat proses hukum Komjen Budi Gunawan di KPK dipastikan memakan waktu.

“Proses hukum di KPK itu bisa berbulan bahkan setahun. Presiden, harus ambil tindakan mengakhiri kondisi ini agar institusi Polri bisa kembali bekerja dengan penuh rasa percaya diri, dan tidak ada beban,” kata Fahira.

Analis politik Universitas Diponegoro Semarang, Budi Setiyono, mengatakan solusi untuk memecahkan persoalan Kapolri terpilih harus dipikirkan bersama antarelite lembaga tinggi negara. Apalagi, calon Kapolri (sekarang Kapolri terpilih) yang ditetapkan tersangka belum pernah ada sebelumnya di Indonesia.

“Bahkan, saya kira di negara mana pun belum pernah ada," katanya.

Menurut Budi, semua lembaga negara yang terkait harus rapat bersama untuk membahas hal ini mulai dari Presiden, DPR, KPK, Mahkamah Konstitusi dan sebagainya untuk mencari jalan keluar, sebelum Presiden memutuskan untuk menunjuk Plt Kapolri.

Meski sudah ada Plt, kata dia, status Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri terpilih masih terkatung-katung karena belum dilantik dan pasti masih muncul polemik atau pro-kontra atas persoalan itu. Di sisi lain, KPK tidak mungkin dipaksa untuk mempercepat penanganan kasus yang menjerat Kapolri terpilih, Komjen Budi Gunawan, sementara masih banyak kasus lain yang ditangani lembaga itu.

“Sebenarnya bisa dilakukan pendekatan kekeluargaan agar Komjen Budi Gunawan berinisiatif mengundurkan diri sebagai Kapolri terpilih, dengan penuh kerendahan hati atau demi kepentingan bersama,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait