Polemik Keterbukaan Informasi Pasien Covid-19 Akibat Regulasi yang Tak Memadai
Utama

Polemik Keterbukaan Informasi Pasien Covid-19 Akibat Regulasi yang Tak Memadai

Berbeda dengan negara-nagara lain seperti Korsel atau Singapura, aturannya relatif komprehensif.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Namun, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Hendra Kede mengatakan bahwa diskursus ini jika ingin ditarik ke ranah yang lebih filosofis, terdapat benturan antara hak asasi pasien yang harus dilindungi dan hak asasi publik untuk lebih terlindungi dari penyebaran Covid-19.

 

Jika dilihat lebih jauh, pengecualian terhadap informasi pasien telah memiliki payung hukum seperti Pasal 17 h UU KIP serta Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

 

Namun, di saat yang sama, Pasal 57 ayat (2) UU Kesehatan yang dapat mengensampingkan ketentuan dalam Pasal 57 ayat (1), salah satunya, demi kepentingan masyarakat. Menurut Hendra, jika berkaca pada kelompok yang menginginkan dibukanya informasi pasien Covid-19 ke publik terdapat penilaian yang menyatakan bahwa pandemi Covid-19 sudah mengancam kepentingan masyarakat, mengancam kesehatan masyarakat, dan penularannya sudah sedemikian mengkhawatirkan. 

 

Jika melihat situasi saat ini, Hendra mengatakan membuka data pasien Covid-19 adalah salah satu kebijakan yang teramat sangat diperlukan untuk menahan laju penyebaran Covid agar kepentingan masyarakat untuk tidak terinfeksi Covid-19 bisa dilindungi. “Itulah dasar hak asasi masyarakat umum dalam situasi Pandemi Corona,” ujar Hendra kepada hukumonline.

 

(Baca: Kontroversi Kerahasiaan Data Pasien Covid-19, Advokat Ini Daftarkan Uji Materi ke MK)

 

Menurut Hendra, dengan membuka informasi pasien Covid-19, potensi masyarakat tertular oleh wabah ini bisa di minimalisir lebih optimal karena masyarakat dapat menjalankan mekanisme Pencegahan Oleh Diri Sendiri karena sebelumnya telah dibekali informasi secara jelas oleh yang berwenang. Hal ini jelas berbeda dengan amanat Pasal 17 h Undang-Undang KIP.

 

Hendra menjelaskan norma Pasal 10 ayat (1) UU yang sama. Dalam ketentuan pasal tersebut, Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Menurut Hendra, publik berhak memperoleh informasi serta merta jika ada sesuatu yang mengancam kehidupannya dan ketertiban umum, termasuk dan tidak terbatas pada penyebaran penyakit yang bestatus Wabah, apalagi Endemi, dan lebih lebih lagi jika sudah Pandemi seperti Pandemi Corona. 

 

“Seluruh informasi yang memungkinkan meningkatnya peluang masyarakat terinfeksi harus diinformasikan kepada masyarakat begitu informasi tersebut diketahui,” ungkap Hendra. 

Tags:

Berita Terkait