Polemik Kewenangan Pemerintah Batalkan Perda dalam RUU Cipta Kerja
Berita

Polemik Kewenangan Pemerintah Batalkan Perda dalam RUU Cipta Kerja

KPPOD usul pembatalan perda dilakukan melalui MA sesuai putusan MK dan pemerintah berperan mencegah terbitnya perda bermasalah melalui eksekutif review. Tapi, pemerintah menganggap pembatalan perda tetap diperlukan dalam rangka memastikan iklim investasi yang lebih baik dan harmonisasi produk hukum antara pemerintah pusat dan daerah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Tetap perlu pembatalan perda

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan peran pemerintah membatalkan perda tetap diperlukan dalam rangka memastikan iklim investasi yang lebih baik dan perlu harmonisasi produk hukum antara pemerintah pusat dan daerah. Sebab, mekanisme uji materi perda oleh MA dinilai belum menuntaskan persoalan regulasi antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak harmonis.

“Mekanisme eksekutif review dalam proses penyusunan perda kurang efektif untuk mengurangi jumlah perda bermasalah,” kata dia.

Akmal menekankan yang perlu dibahas lebih lanjut dalam RUU Cipta Kerja terkait pembatalan perda ini yaitu siapa lembaga atau kementerian yang akan melaksanakan. Dia menjelaskan selama ini Kementerian Hukum dan HAM melalui kantor wilayah di setiap daerah ikut melakukan harmonisasi terhadap rancangan perda. Menurutnya, jika perda itu terbit setelah melalui proses harmonisasi, kemudian substansi perda itu ternyata bermasalah, tidak tepat jika nanti Kementerian Hukum dan HAM yang membatalkan perda tersebut.

Baginya, harus ada akselerasi (antar lembaga) dalam mekanisme pembatalan perda bermasalah. Hal ini perlu dilakukan karena untuk memberi kepastian agar transformasi ekonomi berjalan baik dan investasi dapat masuk dengan mudah. “Jika dibatalkan melalui MA akan ada kendala terkait proses birokrasi dan akselerasi,” ujarnya.

Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Gabriel Lele mengatakan RUU Cipta Kerja arahnya resentralisasi. Hal ini kan berpotensi menimbulkan ketegangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebab, ketentuan RUU Cipta Kerja ini yang memberi kewenangan Presiden membatalkan perda menunjukan RUU ini hyper presidentialism.

Gabriel mengusulkan agar RUU Cipta Kerja mengatur pemda dan peraturan yang diterbitkannya tidak boleh bertentangan dengan legislasi serta peraturan perundang-undangan nasional. Pemerintah pusat juga jangan terlalu mengganggu kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus dirinya sendiri. “Jika desentralisasi dianggap kurang berjalan baik, bukan berarti solusinya sentralisasi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait