Polemik Sanksi “Ganjil” Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan
Utama

Polemik Sanksi “Ganjil” Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

Peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan secara otomatis tidak dapat mengurus pelayanan publik seperti SIM dan STNK. Hal ini dianggap memberatkan masyarakat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

“Bagaimanapun Negara wajib menjamin jaminan sosial kepada warga negaranya sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28 H" tegas Wendra saat dikonfirmasi Hukumonline, Kamis (10/10).

 

PP 86/2013:

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEMBERI KERJA SELAIN PENYELENGGARA NEGARA DAN SETIAP ORANG, SELAIN PEMBERI KERJA, PEKERJA, DAN PENERIMA BANTUAN IURAN DALAM PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL

Pengenaan Sanksi Administratif

Pasal 5:

  1. Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan penerima bantuan iuran yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenai sanksi administratif.
  2.  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. teguran tertulis;
  2. denda; dan/atau
  3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

 

Wendra berpendapat, pihak manajemen BPJS Kesehatan seharusnya lebih bijak menyikapi persoalan defisit ini. Seharusnya, dia mengimbau agar BPJS Kesehatan juga fokus meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menimbulkan kepercayaan publik.

 

"Apa engga lebih baik manajemen BPJS Kesehatan fokus untuk mencapai target penerimaan pembayaran iuran yang katanya menjadi salah satu faktor defisit dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit demi pencapaian kepesertaan semesta" tandas Wendra.

 

Di sisi lain, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Angger P Yuwono, mengatakan sudah terdapat dasar hukum bagi BPJS Kesehatan memberlakukan sanksi tersebut. Menurutnya, sanksi ini untuk meningkatkan pengumpulan iuran yang masih rendah. Dia menambahkan seharusnya peserta juga harus memiliki kesadaran moral karena prinsip jaminan kesehatan nasional ini yaitu gotong royong sesama peserta.

 

“Saya selaku anggota DJSN memandang itu (sanksi) sangat wajar. Selama ini memang sudah ada dasar hukumnya hanya saja law enforcment-nya belum benar-benar dilakukan. Peserta juga harus menyadari tanggung jawab moral. Jadi, (sanksi) masuk pelayanan publik itu hal wajar. Ini rencana lama untuk mengaitkan pembayaran iuran bpjs dengan pelayanan publik seperti KTP paspor. Ini salah satu cara untuk peserta bayar iuran BPJS Kesehatan,” jelasnya.

 

Perlu diketahui, kelalaian masyarakat dalam membayar iuran atau premi BPJS juga membuat defisit pada BPJS Kesehatan mencapai Rp32,8 triliun, melebar dari proyeksi awal yang sebesar Rp28 triliun. Jika iuran peserta tidak dinaikan defisit akan terus melonjak setiap tahunnya dan mencapai Rp77,9 triliun di 2024.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait