Polri Kurang 'Melek' Hukum Perburuhan
Utama

Polri Kurang 'Melek' Hukum Perburuhan

Kepolisian kerap mengalihkan laporan buruh ke wilayah perselisihan hubungan industrial.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit

 

Kapolri lantas memberi contoh pihak pekerja yang melakukan aksi demonstrasi di Tangerang menuntut kenaikan UMP. Masalah ini menurutnya harus diselesaikan lewat proses yang sudah ia sebut tadi. Kepolisian baru akan bertindak bila menemukan ada unsur tindak pidana dalam perselisihan perburuhan.

 

Senada dengan pimpinannya, Kadiv Humas Polri Saud Usman Nasution menyebutkan bahwa urusan perselisihan hubungan industrial seperti upah minimum bukan ranah kepolisian. Baginya aparat kepolisian baru akan bertindak jika mencium adanya tindak pidana, misalnya ada unsur penipuan dan lain sebagainya. Jika tidak ada unsur yang dianggap memiliki muatan pidana, maka  tidak akan bertindak.

 

Jalur Pengawasan

Selain melalui jalur kepolisian, lanjut Aben, sebenarnya ada cara lain yang bisa ditempuh buruh untuk melaporkan tindak pidana perburuhan. Yaitu melapor ke bagian pengawasan di Sudinakertrans. Menurut Aben, tiap lembaga itu memiliki keunggulan dan kekurangan. Bagian pengawas di Sudinakertrans memiliki perspektif yang jelas tentang perburuhan, begitu pula kaitannya dengan tindak pidana yang termaktub dalam hukum perburuhan. Tapi kekurangannya, lembaga yang berada di bawah payung Kemenakertrans itu tidak memiliki kekuatan memaksa.

 

Selain itu Aben mengingatkan bahwa tidak semua aparat Sudinakertrans bidang pengawasan menjabat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Yaitu jabatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan. Misalkan dari lima aparat pengawasan ada dua sampai tiga orang yang memiliki kompetensi sebagai PPNS, lanjut Aben.

 

“Misalkan ketika kita lapor kepada pengawasan terus pengusahanya dijadikan tersangka, maka (aparat,-red) pengawasan itu tidak memiliki kuasa untuk memanggil pengusaha. Berbeda dengan polisi. Kalau kita lapor ke polisi pasti kewenangan polisi lebih besar dibandingkan dengan pengawas,” kata dia.

 

Sedangkan untuk lembaga kepolisian, wewenang yang dimiliki lebih menggigit ketimbang pengawas Sudinakertrans. Masalahnya, pihak kepolisian tidak memiliki unit khusus yang menangani diskursus perburuhan. Buruh yang melapor harus berusaha keras meyakinkan polisi bahwa apa yang dilaporkan adalah tindak pidana.

 

Walau terkesan penanganannya tidak ditanggapi serius oleh kepolisian, tapi menurut Aben hal ini penting untuk mendorong buruh agar tetap melaporkan tindak pidana perburuhan ke polisi. Baginya langkah ini dapat menutup celah hukum yang ada di peraturan perundangan perburuhan. Ia berkeyakinan bahwa ini adalah salah satu langkah untuk menegakkan hukum perburuhan.

 

“Saya juga mendorong teman-teman buruh, jikalau memang ada pelanggaran-pelanggaran pidana langsung saja dilaporkan ke polisi. Diterima atau tidak itu lain soal, keadaan ini penting untuk diselesaikan secara serius oleh kepolisian dan negara,” seru Aben.

Tags: