Polri Prioritaskan Pendekatan Restorative Justice dalam Penanganan Kasus UU ITE
Utama

Polri Prioritaskan Pendekatan Restorative Justice dalam Penanganan Kasus UU ITE

Diharapkan, SE Kapolri ini mampu menjadi trigger agar pelaksanaan UU ITE memenuhi rasa keadilan. Yang terpenting pelaksanaan aturan ini tidak ada diskriminasi dan equal treatment terhadap siapapun.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Selain itu, ia mengusulkan agar formulasi penyelesaian kerugian yang diderita pelapor diarahkan pada pemulihan harkat dan martabat secara baik dan benar. Secara umum, kata Suparji, isi SE tersebut bagus. Misalnya soal imbauan bahwa penyidik harus bisa membedakan antara kritik, masukan, hoaks dan pencemaran nama baik.  "Meski demikian, surat edaran pada dasarnya sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu kebijakan tetap bukan suatu peraturan," katanya.

Koordinator Penggerak Millenial Indonesia (PMI) Adhia Muzakki merespon positif kebijakan SE Kapolri No.SE/2/11/2021 ini. Baginya langkah Kapolri mewujudukan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, dan produktif amat dibutuhkan. Terlebih, banyaknya ujaran kebencian dan pencemaran nama baik yang masif di media sosial

“Kita dukung langkah Kapolri dalam menindak secara damai laporan-laporan yang masuk terkait dugaan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik yang semain masif di media sosial,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Menurutnya, kebijakan Kapolri tersebut mesti diimbangi dengan usaha kalangan milenial dan seluruh komponen bangsa untuk menggunakan media sosial secara bijak. Antara lain dengan menyebarkan narasi-narasi positif dan konten kreatif. Dia berharap Polri menjadikan kalangan milenial sebagai episentrum menjaga dan merawat kebhinekaan di media sosial.

Adhia mencatat, pengguna media sosial di Indonesia pada 2020 didominasi kalangan usia antara 25-34 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki sebanyak 20,6 persen dan perempuan 14,8 persen. Selanjutnya pengguna berusia 18-24 tahun yang rinciannya pengguna laki-laki 16,1 persen dan perempuan 14,2 persen. “Media sosial itu dunianya milenial, jadi yang harus jaga gawang ada di kelompok milenial,” katanya.

Tags:

Berita Terkait