Pontjo Sutowo dan Ali Mazi Didakwa Rugikan Negara Rp1,9 Triliun
Berita

Pontjo Sutowo dan Ali Mazi Didakwa Rugikan Negara Rp1,9 Triliun

Kerugian Negara disebabkan perpanjangan dua sertifikat HGB dilakukan di luar Hak Pengelolaan Nomor 1/Gelora atas nama Sekretariat Negara cq. Badan Pengelola Gelora Senayan.

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit

 

Kisah perkara ini dimulai dari penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta. Untuk mempersiapkannya, Dewan Asian Games Indonesia/Komando Urusan Pembangunan Asian Games (1959-1961) melaksanakan pembebasan tanah yang sebagian kemudian dikenal dengan nama komplek Gelanggang Olahraga Bung Karno, termasuk tanah yang menjadi komplek Hotel Hilton. Usai Asian Games, Gubernur DKI Jakarta pada 1971 menyetujui PT Indobuildco yang saat itu Direkturnya Ibnu Sutowo (ayah Pontjo, red) untuk menggunakan tanah selama 30 tahun terhitung tanggal keputusan.

 

Selanjutnya, diterbitkanlah HGB No.26 dan 27. Terhitung sejak diterbitkannya sertifikat HGB No.26 dan 27 itu, PT Indobuildco diberikan hak yang berakhir tanggal 4 Maret 2003. Dalam perjalanan waktu, terbitlah Keputusan Presiden No.4 Tahun 1984. berdasarkan Keppres itu, Setneg yang diberikan kekuasaan untuk mengelola tanah meminta Kepala BPN untuk membuat pengaturan soal pengelolaan tanah Gelora Senayan. Kemudian lahirlah Keputusan No.169/HPL/BPN/89 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Nama Setneg RI cq. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan.

 

Setelah mengelola sekian lama, Pontjo selaku Presiden Direktur PT Indobuildco dengan surat kuasa tertanggal 3 Juni 1999 memberikan kuasa kepada Ali yang saat itu berprofesi sebagai advokat untuk mengurus perpanjangan sertifikat HGB No.26 dan 27.

 

Dalam surat kuasa tersebut dilampirkan pula surat pernyataan yang menyatakan bidang tanah sampai saat itu belum pernah dijadikan jaminan hutang. Padahal, oleh Pontjo sertifikat HGB No. 26/Gelora telah dijadikan jaminan hutang di Bangkok Bank Public Company Ltd. Singapore sebesar AS$100 juta dan HGB No. 27/Gelora dijadikan jaminan di Bank Dagang Negara dan bank Rakyat Indonesia.

 

Singkat cerita, Achmad Ronny yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat telah memberitahukan kepada Ali bahwa bidang tanah HGB No.26 dan 27 berada diatas HPL No.1 Gelora. Namun demikian Ali menurut JPU tanpa ada kontrak atau perjanjian dengan Setneg memasukkan lagi permohonan perpanjangan HGB saat Ronny Kusuma menggantikan Achmad.

 

Setelah menggantikan Achmad, Ronny mengusulkan kepada Kakanwil BPN DKI Jakarta untuk memberikan perpanjangan HGB kepada Indobuildco selama 20 tahun.

 

Eksepsi Pontjo   

Usai mendengarkan dakwaan, Pontjo kemudian membacakan eksepsi (keberatan) atas dakwaan. Menurut putra mantan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo itu, dirinya tidak ada sangkut paut dengan masalah HGB. Kalaupun kedua HGB tersebut berada di atas HPL, maka itu adalah wewenang BPN.

Tags: