Porsi Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi Masih Jadi Perdebatan
Berita

Porsi Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi Masih Jadi Perdebatan

Setahun lebih RPP tentang Kepemilikan Asing Perusahaan perasuransian molor dari jadwal yang ditentukan. DPR mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan tersebut seraya kembali mempertimbangkan porsi maksimal 49 persen kepemilikan asing.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit

 

Berdasarkan catatan Hukumonline, saat ini terdapat sekitar 18 perusahaan asuransi asing dengan kepemilikan asing lebih dari 80 persen. Semua perusahaan tersebut bukan merupakan entitas yang tercatat di bursa efek (perseroan terbuka).  

 

Namun, berlakunya ketentuan tersebut nantinya tidak berdampak signifikan terhadap peta industri asuransi nasional. Pasalnya, regulasi ini tidak berlaku surut atau hanya berlaku pada badan hukum asing yang akan masuk ke Indonesia. 

 

Kemudian, regulasi tersebut juga menyatakan kepemilikan pada perusahaan perasuransian berbadan hukum asing harus melalui penyertaan langsung, transaksi di bursa efek dan/atau penyertaan pada badan hukum Indonesia.

 

Lalu, kriteria badan hukum asing yang memiliki perusahaan perasuransian memiliki ekuitas paling sedikit lima kali besarnya penyertaan langsung pada perusahaan perasuransian pada saat pendirian dan perubahan kepemilikan. Tetapi, aturan tersebut tidak berlaku pada badan hukum asing yang memiliki perusahaan perasuransian melalui transaksi di bursa efek.

 

Tidak terlalu lama  

Anggota Komisi XI DPR RI, Sarmuji mendesak pemerintah segera menerbitkan regulasi tersebut. Menurutnya, pengesahan RPP tersebut seharusnya tidak terlalu lama karena tidak melibatkan banyak pihak.

 

“Salah satu problem di eksekutif itu koordinasi antar departemen, sehingga kadang-kadang seringkali membuat aturan molor dari amanat Undang-Undang. Kami menuntut kepada pemerintah supaya koordinasi antar pemerintah ditingkatkan. Supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi,” kata Sarmuji, Senin (12/3/2018).

 

Dia menjelaskan keterlambatan pengesahan aturan tersebut berdampak terhadap tidak jelasnya kepastian hukum dalam industri perasuransian. Menurutnya, kondisi tersebut justru akan menghambat industri perasuransian tersebut. “Nanti orang mau akuisisi perusahaan asuransi atau mau beli sahamnya jadi terhambat. Sebenarnya peraturan ini seperti apa karena tidak ada kepastian hukum,” kata Sarmuji.

Tags:

Berita Terkait