Potensi Ancam Kebebasan Pers, Anggota Panja RKUHP: UU Pers Lex Specialis
Utama

Potensi Ancam Kebebasan Pers, Anggota Panja RKUHP: UU Pers Lex Specialis

Tetap mengedepankan etika jurnalistik seperti cover bothside dalam pemberitaan dan kroscek kebenaran informasi sebelum disiarkan ke publik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu dan Anggota Panja RKUHP Benny K Harman. Foto: RFQ
Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu dan Anggota Panja RKUHP Benny K Harman. Foto: RFQ

Sejatinya kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan ide gagasan serta pers merupakan pengejawantahan Pasal 28 UUD 1945 yang dijamin negara. Tak boleh ada sedikitpun yang menghalangi setiap hak konstitusional warga negara dalam berekpresi dan berpendapat. Namun dalam sejumlah rumusan norma dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada belasan pasal yang berpotensi mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi, dan pers.

Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP, Benny Kabur Harman memaklumi kekhawatiran kalangan pers soal adanya potensi ancaman terhadap profesi jurnalis dalam menjalankan tugas kewartawanannya. Tapi ancaman pidana hanya pada perbuatan pidananya. Dia ingat betul kala pembahasan RKUHP di periode 2014-2019 bersama Prof Muladi memiliki komitmen menjaga hak asasi manusia. Dengan begitu kebebasan hak menyatakan pendapat sebagaimana dijamin konstitusi. Sedangkan RKUHP dibuat dalam rangka melindungi hak atas kebebasan menyatakan pendapat.

“Supaya hak menyatakan kebebasan pendapat, kebebasan menyiarkan berita itu hak. Tapi penyalahgunaan atas kebebasan menyatakan pendapat itulah yang dipidana. Itu mesti jelas, jangan dibalik-balik. Jadi sekali lagi, yang dipidana itu adalah perbuatan, penyalahgunaan hak atas kebebasan menyatakan pendapat,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “RUU KUHP dan Ancaman Kebebasan Pers” di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (19/7/2022) kemarin.

Baca Juga:

Benny yang sempat menjadi Ketua Panja RKUHP di DPR periode 2014-2019 itu mengutip Pasal 263 ayat (1) RKUHP menyebutkan, Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V”.

Sementara ayat (2) menyebutkan, “Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”.

Menurutnya, rumusan norma Pasal 263 ayat (1) dan (2) mesti terdapat akibat dari penyebaran berita bohong berupa kerusuhan di masyarakat. Dengan begitu, perbuatan dapat dipidana ketika adanya akibat. Tapi, ada pula perbuatan yang tidak dapat dipidana sepanjang tidak ada akibat. Dia menilai hak atas kebebasan menyatakan pendapat dan menyebarluaskan informasi sepanjang tidak memiliki dampak yang menimbulkan kerusuhan diperbolehkan dan tidak menjadi persoalan.

Tags:

Berita Terkait