Potensi Artificial Intelligence dalam Pembuatan Peraturan
Utama

Potensi Artificial Intelligence dalam Pembuatan Peraturan

​​​​​​​Pengaturan platform penyedia kecerdasan buatan sehingga pada tahap implementasi tidak mengacaukan legal logic dari suatu perkara.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit
Wicipto Setiadi dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/4).
Wicipto Setiadi dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/4).

Maksimalisasi penggunaan teknologi terus diupayakan semua pihak. Kali ini upaya tersebut datang dari kalangan hukum. Dari sisi penegakkan misalnya, saat ini di Indonesia telah berlaku penegakan hukum berbasis teknologi bagi pengguna lalu lintas yang melakukan pelanggaran dengan penerapan Electronic Traffic Law Enforcement.

Di beberapa negara pun, proses penegakkan hukum dengan menggunakan teknologi telah berlangsung. Di Hangzhou China, bahkan telah hadir hakim dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence). Meskipun penerapannya baru sebatas menangani perkara terkait e-commerce, pelanggaran hak cipta, dan sengketa hukum yang memiliki aspek digital, setidaknya hal ini telah dimulai.

Terkait penggunaan teknologi ini, sembari melihat proses penyusunan peraturan perundang-undangan di tanah yang menyisahkan sejumlah problem, mulai dari produktifitas produk legislasi di DPR hingga harmonisasi peraturan perundang-undangan, sebagian kalangan mulai melirik peran kecerdasan buatan dalam upaya penyusunan peraturan perundang-undangan. Di DPR misalnya, saat ini tengah menyelenggarakan sebuah sistem untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang dengan menggunakan perangkat teknologi.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ), Wicipto Setiadi mengakui penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam dunia hukum bukan merupakan hal baru. Meski begitu, dirinya mengingatkan tentang tidak semua hal terkait hukum bisa menerapkan kecerdasan buatan. Terutama jika teknologi ini hendak digunakan untuk membantu proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

“Menurut pengalaman saya tidak mudah. Tidak semua masalah perancangan Undang-Undang bisa diselesaikan lewat teknologi. Tapi sangat mungkin ada beberapa bagian yang bisa,” ujar Wicipto dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/4).

Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PP Kemenkumham) ini, dalam rangka menciptakan suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat akomodatif terhadap semua pihak, instrumen kecerdasan buatan bisa menjadi salah satu solusi.

Wicipto mengungkapkan bahwa penggunaan kecerdasan buatan dalam rangka membantu kerja-kerja praktisi dibidang hukum saat ini sangat berperan. Dirinya mencontohkan aktivitas penelitian hukum yang mulai bergeser dari cara-cara konvensional dengan mengandalkan bantuan teknologi. Bahkan dengan bantuan kecerdasan buatan, proses analisis dokumen hukum seperti kontrak menjadi jauh lebih efektif.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait