PPATK: Beragam Aset Mewah Crazy Rich yang Tidak Dilaporkan Sesuai UU TPPU
Terbaru

PPATK: Beragam Aset Mewah Crazy Rich yang Tidak Dilaporkan Sesuai UU TPPU

UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sanksi bila pihak pelapor tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan hasil analisisnya terhadap dugaan adanya penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal. Dari hasil analisisnya, PPATK menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah berupa kendaraan, rumah, perhiasan serta aset lainnya yang wajib dilaporkan oleh PBJ sebagai Pihak Pelapor kepada PPATK, tapi dalam pelaksanaannya tidak dilaporkan kepada PPATK.

“Mereka yang kerap dijuluki ‘Crazy Rich’ ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema ponzi,” ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, Senin (7/3).

Dia menyampaikan dugaan melakukan penipuan semakin menguat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa di mana pelaku membeli. (Baca: Kemendag Hentikan Pelatihan Perdagangan Berjangka Komoditi Ilegal di Bali)

“Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan Laporan Transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK,” lanjut Kepala PPATK.

Sepanjang tahun 2021, PPATK telah menerima 47.587 laporan transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) yang telah terdaftar. Hal ini mengalami peningkatan 126,5% secara year on year. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa partisipasi Pihak Pelapor PBJ telah meningkat dalam melaporkan transaksi sebagaimana telah diatur oleh peraturan yang berlaku.

Selain itu peningkatan laporan menunjukkan kesadaran PBJ tentang pentingnya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau para pelanggan yang melakukan transaksi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT), Penyedia Barang dan Jasa/lainnya (PBJ) merupakan Pihak Pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK.

Hal ini merupakan prinsip dasar Pencegahan dan Pemberantasan TPPU-PT yangg menjadi international best practices sebagaimana juga tertuang dalam Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) sebagai salah satu upaya menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan perlindungan publik terhadap tindak kriminal.

Dalam melaporkan berbagai jenis laporan yang telah diatur oleh negara, Ivan menyampaikan peran pihak pelapor PPATK sangatlah penting dan krusial, tak terkecuali penyedia barang dan jasa. Pihak Pelapor, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sanksi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.

Setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam membantu menyelusuri aliran dana dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik untuk diungkapkan.

Bukan sekadar tentang melaporkan namun yang sangat penting adalah melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT).

Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU 8/2010 meliputi:

a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), dan

  1. Bank
  2. Perusahaan Pembiayaan
  3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi
  4. Dana Pensiun Lmebaga Keuangan
  5. Perusahaan Efek
  6. Manajer Investasi
  7. Kustodian
  8. Wali Amanat
  9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro
  10. Pedagang Valuta Asing
  11. Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
  12. Pemyelenggara e-money atau e-wallet
  13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam
  14. Pegadaian
  15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau
  16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang

b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ)

  1. Perusahaan property/agen property
  2. Pedagang kendaraan bermotor
  3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai
  4. Pedagang barang seni dan antic
  5. Balai lelang

c. Pihak Pelapor PJK sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP 43/2015) meliputi:

  1. Perusahaan modal ventura
  2. Perusahaan pembiayaan infrastruktur
  3. Lembaga keuangan mikro
  4. Lembaga pembiayaan ekspor

d. Pihak Pelapor Profesi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP 43/2015 meliputi:

  1. Advokat
  2. Notaris
  3. Pejabat pembuat akta tanah
  4. Akuntan
  5. Akuntan publik
  6. Perencana keuangan

Pihak Pelapor sebagaimana di atas dapat diperluas dengan Peraturan Pemerintah

Berdasarkan Pasal 27 UU TPPU, PBJ diwajibkan menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK. 

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala PPATK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Dan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Melalui Aplikasi GOAML Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lain, PBJ diwajibkan menyampaikan laporan ke PPATK yang meliputi:

  1. Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  2. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan.
Tags:

Berita Terkait