PPATK Yakinkan Notaris Wajib Lapor Tak Langgar Rahasia Jabatan
Berita

PPATK Yakinkan Notaris Wajib Lapor Tak Langgar Rahasia Jabatan

Ada pengecualian dalam UU TPPU. Dibatasi juga pada lima tindakan tertentu.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Para pemateri dalam seminar nasional Rahasia Jabatan vs Keterbukaan Informasi yang diselenggarakan PP INI di Jakarta, Sabtu (29/7). Foto: RES
Para pemateri dalam seminar nasional Rahasia Jabatan vs Keterbukaan Informasi yang diselenggarakan PP INI di Jakarta, Sabtu (29/7). Foto: RES
Notaris termasuk salah satu profesi yang dikenakan wajib lapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jika menemukan transaksi keuangan mencurigakan. Kewajiban ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, notaris dinilai bisa dimanfaatkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana pencucian uang.   Beleid yang memasukkan notaris dan profesi yang dikategorikan lainnya sebenarnya tak sepenuhnya diterima. Sebab, kewajiban itu seolah membuka informasi yang mendorong notaris berpotensi melanggar rahasia jabatan. Siapapun notarisnya, ada kewajiban menjaga kerahasiaan.   Pasal 16 ayat (1) huruf f sebagaimana diubah dengan  tentang Jabatan Notaris (UUJN) telah menegaskan ‘   Kewajiban senada tertuang dalam sumpah jabatan seorang notaris, sebagaimana disebut dalam Pasal 4 UUJN:  “”. Pelanggar terhadap sumpah jabatan itu justru bisa berbuah ancaman 9 bulan penjara, sebagaimana disebut Pasal 332 KUHP.   Suara yang mempersoalkan kewajiban melapor ke PPATK itu sebenarnya tak hanya datang dari notaris. Bahkan sudah ada yang menguji PP No. 43 Tahun 2015 ke . Namun, PPATK terus berusaha meyakinkan bahwa kewajiban itu tak membuka rahasia jabatan. Sebaliknya, beleid itu dimaksudkan untuk melindungi notaris dari kemungkinan tersangkut tindak pidana pencucian uang.   (Baca juga: ).   Dian Ediana, Wakil Kepala PPATK meyakinkan dasar hukum untuk menjadi pembenaran bagi notaris melaporkan kecurigaan kepada PPATK telah terpenuhi tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Batasannya pun menurutnya telah jelas diatur dalam PP No. 43 Tahun 2015 dan Peraturan Kepala (Perka) PPATK  No. 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi.   “Sederhananya, segala sesuatu dalam mereka tidak akan diganggu sama sekali, tetapi ketika dia mulai terlibat mewakili pihak lain untuk melakukan transaksi macam-macam,” katanya pada Hukumonline usai Seminar Nasional yang diadakan Ikatan Alumni Notariat FH UI, Sabtu (29/7) lalu.   (Baca juga: ).   Transaksi ini diklasifkasikan oleh UU TPPU sebagai transaksi keuangan mencurigakan yang dapat berupa salah satu dari empat kemungkinan:

a Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
b Transaksi Keuangan oleh Pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;
d Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Pasal 8 PP No. 43 Tahun 2015 menjelaskan apa yang menjadi kewajiban notaris untuk dilaporkan jika bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Penghadap mengenai:  
a pembelian dan penjualan properti;
b pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya;
c pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek;
d pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau
e pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.
  Kelima pembatasan tadi diterjemahkan langsung dari standar yang berlaku internasional, No. 22 yang disusun The Financial Action Task Force (FATF). Notaris, advokat, dan akuntan publik termasuk profesi yang disebut dalam rekomendasi FATF itu.

(Baca juga: 4 Urgensi Indonesia Menjadi Anggota FATF).

Dian menekankan bahwa batasannya hanya pada kelima transaksi tersebut sehingga tidak perlu menjadi kekhawatiran para notaris akan melanggar sumpah jabatannya. “Tugas utamanya tidak akan diganggu, terbatas, limited itu,” tegasnya lagi.

Terlebih lagi, Pasal UU TPPU menegaskan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi Pihak Pelapor bersangkutan. Artinya pasal ini memberikan jaminan bahwa notaris aman dari pelanggaran kerahasiaan jabatan jika terkait pelaporan kepada PPATK atas transaksi keuangan mencurigakan.

Mantan Kepala PPATK Yunus Husein memberikan penjelasan senada. “Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, termasuk notaris, kalau berjalan sesuai aturan sebagai pejabat umum saja, tidak ada yang harus dilaporkan, due diligence kalau dia sudah diminta tolong sama orang-orang yang nanti notaris bertindak untuk dan atas nama orang itu untuk transaksi tertentu,” jelasnya kepada hukumonline.

Persoalannya, kata notaris senior Pieter Latumeten, PP No. 43 Tahun 2015 dan Perka PPATK No. 11 Tahun 2016 tidak memberikan patokan yang jelas dan aman bagi Notaris terkait transaksi keuangan mencurigakan seperti apa yang harus membuat notaris melapor ke PPATK. Padahal ini berkaitan dengan besaran nilai transaksi serta ukuran transaksi yang mencurigakan itu. “Didetilkan saja kalau memang harus juga dilakukan,” ujarnya.

Selain itu Pieter mempertanyakan logika yang digunakan bahwa UU TPPU telah mengecualikan kerahasiaan yang harus dijaga notaris terkait informasi yang diperolah dari penghadap dalam menjalankan tugas jabatannya. “Dikatakan bahwa jika undang-undang menentukan lain, tapi notaris disebut bukan dalam undang-undang melainkan PP,” tandasnya.

Seharusnya, sesuai UUJN, pengecualian terhadap kewajiban menjaga rahasia diatur dalam Undang-Undang. Faktanya diatur dalam PP. Kedudukan PP secara hierarkis di bawah Undang-Undang.
(PP) No. 43 Tahun 2015

gatekeeper

UU No. 30 Tahun 2004UU No. 2 Tahun 2014Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain’.

bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya…

advokatMahkamah Agung

Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi

UU No. 8 Tahun 2010

core businesstraditional function

Kewajiban Lapor untk Lindungi Profesi Gatekeeper



International Standards on Combating Money Laundering and the Financing of Terrorism and Proliferation Recommendation
Tags:

Berita Terkait