Presiden: Mafia Tanah, Gebuk!
Terbaru

Presiden: Mafia Tanah, Gebuk!

Kementerian ATR/BPN diminta memperbaiki pola administrasi pertanahan untuk meminimalisir sengketa dan konflik, serta mempersempit ruang gerak permainan mafia tanah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id

Praktik mafia tanah masih saja terus terjadi di masyarakat yang berdampak pada keabsahan pengurusan sertifikat. Karenanya, Kementerian Agraria dan tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar serius dalam pemberantasan mafia tanah. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat menyerahkan sertifikat tanah untuk rakyat di Gelora Delta, Kabupaten Sidoarjo, Senin (22/8/2022).

“Kalau masih ada mafia yang main-main, silakan detik itu juga gebuk,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Setkab.

Bagi Presiden, keberadaan mafia tanah menyulitkan masyarakat untuk memperoleh haknya dan membuat runyam. Sengketa tanah pun salah satu pemicunya akibat adanya campur tangan mafia tanah yang berujung terjadinya duplikasi surat-surat tanah. Presiden menuturkan, khususnya di Jawa Timur terdapat sekitar 7 juta bidang yang belum memiliki sertifikat.

Itu sebabnya Presiden Jokowi mendorong agar jajaran Kementerian ATR/BPN agar mempercepat proses penyelesaian sertifikat tanah tersebut. Dia pun telah memerintahkan Menteri BPN Hadi Tjahjanto agar mempercepat proses sertifikasi lahan agar masyarakat dapat memiliki bukti kepemilikan tanah yang tersertifikat.

Presiden Jokowi mengingatkan masyarakat agar menyimpan dengan baik sertifikat tanah yang menjadi dokumen penting berisi informasi hak kepemilikan tanah. Baginya, konflik atau sengketa tanah di daerah di Indonesia, masih banyak terjadi karena masyarakat tidak memegang hak hukum atas tanah tersebut.

“Ini penting, ini adalah bukti hak kepemilikan tanah. Kalau ada yang mengklaim ‘ini tanah saya’, (tunjukkan) ‘oh bukan, tanah saya, sertifikatnya ada’, (mereka) enggak bisa apa-apa. Ini adalah bukti hak hukum atas tanah,” katanya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2014 itu melanjutkan reformasi yang telah dilakukan pemerintahnya soal mengurus sertifikat tanah. Setidaknya di periode 2016, Presiden mulai menargetkan Kementerian ATR/BPN untuk mengeluarkan lebih banyak dari jumlah sertifikat yang dikeluarkan saat itu. Kala itu, Presiden meminta agar dibuat 5 juta sertikat dalam satu tahun. 

“Saya tunggu coba bisa enggak 5 juta, ternyata bisa. Saya naikkan lagi 7 juta, ternyata juga selesai, naikkan lagi 9 juta ternyata juga bisa. Artinya, kalau kita mau itu sebetulnya bisa,” katanya.

Terpisah, Anggota Komisi II DPR Riyanta mendorong langkah pemerintah memberantas aksi mafia pertanahan yang masih merajalela. Dia mengusulkan agar Kementerian ATR/BPN memperbaiki pola administrasi pertanahan untuk meminimalisir sengketa dan konflik, serta mempersempit ruang gerak permainan mafia tanah.

Menurutnya, langkah pertama yang dilakukan dengan menegakan disiplin bila ditemukan tindak pidana yang dilakukan oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian ATR/BPN harus diselesaikan dengan mekanisme hukum yang berlaku. Seperti menjalankan pidananya terlebih dahulu. “Kemudian sanksi etik dan administrasinya juga harus jalan,” ujarnya.

Bagi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu supaya tidak terdapat diskriminasi dalam penegakan hukum, perlu menegakkan sanksi dan aturan secara tegak lurus terhadap siapapun di Kementerian ATR/BPN yang melakukan pelanggaran. Menurutnya, bila terdapat pelanggaran diisplin yang dilakukan PNS harus menegakkan Peraturan Pemerintah (PP) No.94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. “Bagaimana pidananya? Pidananya, ya pidana! Mengikuti aturan KUHP dan KUHAP,” katanya.

Tags:

Berita Terkait