Presiden Disarankan Terbitkan Perppu Pencabutan UU ITE, Ini Alasannya
Berita

Presiden Disarankan Terbitkan Perppu Pencabutan UU ITE, Ini Alasannya

Karena beberapa perbuatan pidana dalam UU ITE sudah diatur dalam KUHP dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Pakar hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Jawade Hafidz memandang perlu Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Perppu tentang Pencabutan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2016 (UU ITE) karena beberapa perbuatan pidana dalam UU ITE sudah diatur dalam KUHP dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Apalagi Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masuk dalam Daftar Perubahan Program Legislasi Nasional RUU Tahun 2020-2024," kata Dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang Jawade Hafidz, Jumat (12/3/2021) seperti dikutip Antara.

Dia menilai dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016, banyak pasal yang tidak jelas tolok ukurnya atau pasal karet, sehingga cenderung multitafsir, seperti Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE. Misalnya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Menurutnya, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ini sudah diatur Pasal 310 KUHP, yakni ada unsur sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu, dan dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum, termasuk di dunia maya. (Baca Juga: Wamenkumham: Pemerintah Bersungguh-sungguh Mau Merevisi UU ITE)

Begitu pula terkait Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Padahal, dalam Pasal 156 KUHP disebutkan “barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dijelaskan pula kata “golongan” dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait