Presiden Jokowi Nilai Defisit BPJS Kesehatan Karena Salah Kelola
Berita

Presiden Jokowi Nilai Defisit BPJS Kesehatan Karena Salah Kelola

Penagihan iuran JKN harus diintensifkan. Sebanyak 133 juta peserta JKN-KIS iurannya ditanggung pemerintah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Data 2018 tingkat utilitas peserta mandiri untuk rawat jalan 86,15 persen, PBI APBN 11,69 persen. Untuk rawat inap, utilitas peserta mandiri 9,73 persen, dan PBI APBN 2,69 persen. Sementara untuk total iuran sejak 2014 sampai sekarang PBI APBN menempati peringkat pertama, dan peserta mandiri paling bawah.

 

Soal rendahnya tingkat utilitas peserta PBI, Timboel mencatat sedikitnya ada 3 hal. Pertama, peserta PBI APBN belum tentu mengantongi kartu JKN-KIS ketika dia ditetapkan sebagai peserta PBI oleh Kementerian Sosial. Ini terjadi karena ada tenggang waktu 2-3 bulan bagi peserta PBI untuk mendapatkan kartu JKN-KIS. Berbeda dengan peserta mandiri yang bisa langung mengantongi kartu JKN-KIS setelah membayar iuran pertama.

 

Kedua, bisa jadi peserta PBI tidak mengerti bagaimana menggunakan kartu JKN-KIS dan peserta mandiri mengetahui bagaimana memanfaatkan kartu KIS ke fasilitas kesehatan. Ketiga, peserta PBI ketika dirujuk ke RS yang jaraknya jauh dari FKTP maka peserta PBI mengalami kendala yakni biaya transportasi. Selain itu keluarga yang mendapingi pasien juga butuh biaya untuk makan. Hal tersebut yang membuat peserta PBI minim memanfaatkan pelayanan di fasilitas kesehatan.

 

Imbauan Presiden Jokowi agar BPJS Kesehatan meningkatkan tata kelola menurut Timboel itu sangat tepat dan harus dilaksanakan oleh direksi BPJS Kesehatan. Program JKN-KIS dapat berjalan baik jika pelayanan terhadap masyarakat ditingkatkan. Pelayanan yang baik akan mendorong peserta untuk menunaikan kewajibannya membayar iuran secara rutin.

 

Selain itu Timboel mengingatkan tata kelola JKN-KIS juga terkait kewenangan lembaga selain BPJS Kesehatan. Misalnya, terkait regulasi seperti pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik sebagaimana mandat PP No.86 Tahun 2013. Salah satu persoalan yang dihadapi terkait sulitnya menagih tunggakan iuran karena ketidakmauan lembaga pelayanan publik mendukung JKN-KIS terkait pengenaan sanksi tersebut.

 

“BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan mengeksekusi sanksi. Kewenangan itu ada di lembaga pelayanan publik seperti pemda, polisi, dan imigrasi. Untuk masalah tunggakan iuran ini seharusnya Presiden Jokowi menyoroti ketidakmauan lembaga pelayanan publik itu,” kata Timboel di Jakarta, Sabtu (16/11).

 

Mengenai defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan, Timboel mengatakan hal ini tidak hanya menjadi tanggungjawab BPJS Kesehatan tapi juga seluruh pemangku kepentingan seperti pemda, fasilitas kesehatan, Kementerian dan lembaga. Untuk mengatasi persoalan defisit menurut Timboel butuh dukungan seluruh pihak.

 

Tak ketinggalan Timboel mengusulkan Presiden Jokowi melakukan evaluasi kepada direksi BPJS kesehatan terkait target yang harus dicapai seperti universal health coverage di mana akhir Oktober 2019 jumlah peserta hanya 222 juta. Padahal target pemerintah untuk UHC atau jaminan kesehatan semesta pada 31 Desember 2019 sebanyak 254 juta atau 95 persen dari total penduduk Indonesia.

Tags:

Berita Terkait