Presiden Perlu Perhatikan Masalah yang Buat Investor Ragu Berinvestasi
Berita

Presiden Perlu Perhatikan Masalah yang Buat Investor Ragu Berinvestasi

BKPM yang saat ini merupakan pintu masuk untuk investasi langsung (direct investment), dinilai seperti tak memiliki power untuk melakukan pengawalan.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: PP 24/2019, Insentif dan Kemudahan Investasi untuk Usaha Mikro)

 

Tak sampai di situ, raja-raja kecil di daerah juga disebut memainkan andil yang sangat besar dalam menghambat investasi. Bila ada keputusan pemberian izin di level pusat, katanya, maka di Provinsi akan diperiksa ulang lagi oleh Gubernur. Bila urusan di Provinsi sudah beres, di tingkat Kabupaten dipermasalahkan lagi oleh Bupati. Begitu selanjutnya, bila urusan di Kabupaten sudah beres tapi lantaran kepala desanya tersinggung maka akses jalan ditutup.

 

“Masalah-masalah ini yang jadi kendala di lapangan,” tukasnya.

 

Itulah yang menjadi alasan kuat bagi Constans untuk mendorong agar Presiden kembali menerapkan sistem lama itu namun dengan nuansa anti korupsi. Bila dulu di Setneg dipegang oleh anak Presiden, maka sekarang bisa dipegang Setneg untuk dilaporkan ke Presiden. Bila perlu, untuk investor-investor besar ini perlu diundang oleh Presiden ke istana.

 

“Misalnya dalam satu minggu, presiden bisa luangkan waktu satu jam saja untuk mendengarkan investor yang besar-besar,” tukasnya.

 

Dengan begitu, setiap keluhan yang dirasakan investor dapat langsung ditindak lanjuti oleh Presiden. Misalnya ada masalah dengan Pertanahan, langsung dipanggil ketua BPN. Begitupun dengan persoalan industri, perhutanan dan lainnya. “Kalau engga seperti itu, pasti akan lama sekali,” tukasnya.

 

Untuk kategori besaran investasi besar yang dikawal Presiden, katanya, tentu semakin lama jauh lebih tinggi dari angka Rp100 Milyar yang diterapkan Presiden Soeharto. Setidaknya, Ia mengusulkan besarannya di angka satu triliun. Baru-baru ini, ada intensi dari Putra Mahkota Abu Dabi untuk memasukkan Investasi senilai 150 Triliun.

 

Ia mengingatkan nilai investasi Rp150 triliun itu masuk berupa intensi, jangan sampai realisasinya di bawah 20 persen lagi. Untuk itu pemerintah perlu segera ambil tindakan untuk mengawal agar intensi itu bisa terealisasi sesuai harapan. “Investor itu hanya butuh kepastian hukum, itu penting sekali,” tukasnya.

 

Di bidang tambang misalnya, Partner HPRP, Maurice Situmorang menyebut rumitnya regulasi akibat adanya masa transisi dari konsesi menjadi izin, hendaknya menjadi concern persoalan kepastian hukum yang harus diatasi pemerintah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait