Presiden SBY Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah HAM
Berita

Presiden SBY Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah HAM

Pembentukan KKR Bisa Menjadi Solusi

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit

Jerry mencatat terjadinya tindak penyksaan itu berpotensi melahirkan rekayasa kasus. Ujungnya, orang yang tidak bersalah dapat dipenjara karena dipaksa untuk mengakui sebuah tindakan yang tidak dilakukannya. Biasanya, para korban terpaksa melakukan pengakuan itu karena tidak tahan dengan penyiksaan yang dialaminya. “OPCAT berfungsi mencegah terjadinya hal tersebut,” ucapnya.

Kemunduran
Sebelumnya Direktur Eksekutif HRWG, Rafendi Djamin, menilai Presiden SBY gagal membentuk legacy pembangunan HAM yang baik. Ia melihat pemerintahan yang dipimpin Presiden SBY hanya mampu melakukan ratifikasi sejumlah konvensi internasional tentang HAM. Lalu kooperatif terhadap mekanisme HAM internasional dan mendorong pemajuan HAM di tingkat Asean dan OKI. “Kecenderungan saat ini, pembangunan HAM di masa kepemimpinan SBY justru mandeg dan terhenti, bahkan mundur ke belakang dari sejumlah kemajuan yang selama ini telah dicapai Indonesia semasa reformasi,” urainya.

Rafendi melihat kondisi tersebut dari beberapa indikator. Seperti di bidang legislasi dan kebijakan, pemerintah belum mampu menerbitkan regulasi yang melindung warga negara, terutama kelompok minoritas. Sebaliknya, pemerintah malah menerbitkan serangkaian UU yang mengesampingkan prinsip-prinsip HAM. Seperti UU Penanganan Konflik Sosial, UU Ormas, UU Intelijen dan RUU Keamanan Nasional.

Berkaitan dengan kelompok minoritas, Rafendi berpendapat kebijakan yang diterbitkan pemerintah menempatkan mereka pada posisi yang semakin rentan. Misalnya, kebijakan di tingkat pusat dan daerah yang melarang aktivitasi jamaah Ahmadiyah dan Syiah. Serta penutupan dan pelarangan pendirian rumah ibadah. Bahkan, ribuan penganut penghayat kepercayaan dan keyakinan tidak diberikan hak-hak identitas serta kewarganegaraan.

Pemerintah dan aparat penegak hukum menurut Rafendi juga gagal menyelesaikan beragam kasus pelanggaran HAM. Seperti pembunuhan aktivis HAM Munir dan pelanggaran HAM masa lalu. “Selama dua periode kepemimpinannya, pemerintah belum mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran yang pelakunya adalah oknum yang berasal dari militer ataupun intelijen,” tandasnya.

Soal kebijakan luar negeri di bidang HAM, Rafendi mencatat pemerintah hanya berkutat dalam rangka pencitraan. Parahnya, Presiden SBY menerima penghargaan dari Appeal of Conscience Foundation (ACF), padahal tindak kekerasan terhadap kaum minoritas di Indonesia masih terus terjadi.“Rezim SBY telah gagal untuk membangun legacy positif terhadap pembangunan HAM di Indonesia selama periode kepemimpinannya sejak 2004 sampai 2014,” pungkasnya.

Tags: