Kenaikan tarif PPN akan berlangsung secara bertahap hingga tahun 2025. Tarif PPN akan naik menjadi 12% dengan mempertimbangkan aspek sosial dan aspek ekonomi. Pengenaan PPN hanya berlaku di beberapa barang dan jasa. Barang dan jasa yang dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat tidak dikenakan PPN, seperti kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lain sebagainya.
Tarif PPN 0% diterapkan juga pada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Dalam Pasal 16B dan Pasal 4A UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat 15 barang atau jasa yang dikenakan tarif PPN 0%.
Jenis barang atau jasa tersebut adalah makanan atau minuman tertentu, uang, emas batangan, jasa kesenian dan hiburan, perhotelan, jasa yang disediakan pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir dan jasa katering.
Penerimaan pajak akan difokuskan untuk distribusi program sosial pemerintah, program vaksinasi, insentif ekonomi dan lain sebagainya. Kementerian Keuangan menyebutkan penerimaan perpajakan pada tahun 2022 diproyeksikan akan tumbuh 9,5%.
Penerimaan ini pada akhirnya akan didistribusikan ulang untuk program-program pemulihan yang akan mengeksplorasi perekonomian Indonesia.
Pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 menjadi perhatian utama pemerintah dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Upaya pemerintah dalam menaikan tarif PPN 11% dinilai kurang tepat lantaran kondisi kenaikan barang pokok tengah berlangsung di berbagai daerah.
Kenaikan tarif PPN yang dirasa belum tepat ini berbanding terbalik dengan upaya percepatan pemulihan ekonomi yang harus segera dilakukan, maka pemerintah bisa memilih alternatif lain dalam upaya membangkitkan perekonomian di Indonesia, contohnya di sektor wisata.
Wisatawan asing yang datang dapat menambah devisa negara, peningkatan devisa negara dapat memberikan stimulus dalam pertumbuhan ekonomi. Alternatif ini bisa menjadi solusi lain dalam membangkitkan perekonomian di Indonesia pasca pandemi di tahun 2022.