“Tindak pidana selain dalam pasal 100 UU Lingkungan Hidup memberlakukan pemidanaan sebagai primum remidium,” kata Agus menegaskan.
Baca:
- Koalisi Ingatkan Dampak Buruk Perpindahan Ibukota
- Cegah Kerugian Negara, KPK Beri Rekomendasi Pengelolaan JKN dan SDA
- Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Regulasi Anti SLAPP
Ia mencontohkan pelaksanaan norma UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan) oleh Peraturan Menteri Pertanian. Menurutnya jauh lebih efektif tanpa mengandalkan sanksi pidana. “Peraturan Menteri Pertanian tersebut (Permentan 05/Permentan/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan Pengelolaan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar, red) mengatur beberapa hal yang dapat menjadi solusi mengatasi kebakaran hutan,” ujarnya.
Agus juga mengingatkan soal PermenLHK No.P.32/MenLHK/Setjen/KUM.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Alih-alih menerapkan sanksi pidana yang telanjur ada dalam undang-undang, muatan peraturan kedua menteri tersebut dinilai Agus sebagai solusi lebih konkrit.
Agus mengutip pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagai acuan dalam mengelola sumber daya alam Indonesia. Intinya, persoalannya bukan pada menghukum para pelakunya dengan sanksi pidana. Namun bagaimana mewujudkan kesejahteraan masyarakat seluas mungkin lewat pengelolaan sumber daya alam.
Topo Santoso, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia hadir secara khusus untuk mengulas orasi ilmiah pengukuhan Agus. “Kajian ini sangat penting, kita memang terlalu berlebihan dengan ketentuan pidana, bahkan untuk yang tidak seharusnya ada ketentuan pidana,” kata Topo kepada hadirin.
Secara khusus Topo menyambut Agus Surono sebagai salah satu profesor hukum baru di Indonesia. “Ini pencapaian yang bukan puncak, tapi awal dari karya-karya selanjutnya, sekali lagi saya ucapkan selamat untuk Prof.Agus, keluarganya, dan keluarga besar Universitas Al Azhar Indonesia,” Topo menutup ulasannya.