Prof Ahmad Tholabi Kharlie: Strategi Koeksistensi Harus Diperkuat dalam Realitas Pluralisme Hukum Nasional Indonesia
Terbaru

Prof Ahmad Tholabi Kharlie: Strategi Koeksistensi Harus Diperkuat dalam Realitas Pluralisme Hukum Nasional Indonesia

Secara operasional, koeksistensi hukum nasional mencegah benturan tiga pilar hukum pembentuk hukum nasional yang bisa memantik kekisruhan di tengah masyarakat. Kenyataan pluralime hukum dalam hukum nasional Indonesia sudah menjadi takdir sejarah yang masih kokoh.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2019-2023 ini menggunakan istilah itu dalam konteks hukum nasional yang terdiri dari eksistensi hukum barat, hukum adat, dan hukum Islam. “Secara operasional, koeksistensi hukum nasional tetap mengakui eksistensi setiap pilar hukum yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dasar dalam bernegara yakni Pancasila dan UUD 1945,” lanjutnya.

Tholabi menyebut koeksistensi hukum nasional membutuhkan tiga langkah yang harus dilakukan. Pertama, mengakui eksistensi masing-masing pilar hukum dengan tanpa mempertentangkan satu pilar dengan pilar lainnya. Antarpilar dapat berdampingan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dasar bernegara. Di titik yang lain, penyatuan materi hukum dari pelbagai pilar yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Kedua, aturan, konsep atau institusi dari salah satu sistem secara eksplisit maupun implisit mempengaruhi penyusunan, interpretasi, dan penerapan aturan, gagasan, dan institusi yang lain dari salah satu sistem dapat dimasukkan dalam sistem lainnya. Kondisi tersebut pada akhirnya akan melahirkan interaksi satu sistem dengan sistem lainnya.

Ketiga, kesadaran kolektif para pembentuk undang-undang, penafsir undang-undang, pelaksana undang-undang terhadap pentingnya koeksistensi hukum nasional melalui proses pembentukan, pengawasan, penafsiran, dan pelaksanaan sebuah norma peraturan perundang-undangan.

Tholabi mengambil contoh hukum perkawinan mengenai perkawinan beda agama. Terjadi benturan antarnorma (konsep) hukum yang menjadi pemantik kekisruhan di tengah masyarakat. Terjadi beda pertentangan yang jelas antara norma hukum keluarga dan hukum administrasi di satu sisi. Di sisi lain, ada beragam putusan pengadilan yang telah menetapkan perkawinan beda agama sebagai fakta hukum yang diakui pencatatan statusnya oleh negara.

“Dalam konteks inilah koeksistensi hukum nasional dapat dioperasionalkan secara konsisten mulai dari sisi hulu hingga hilir,” lanjutnya. Negara seharusnya segera melakukan reformulasi hukum keluarga disandingkan dengan hukum administrasi agar kerumitan hukum dalam praktik di lapangan tak lagi terjadi.

Reformulasi dengan strategi koeksistensi juga bisa memberi kepastian hukum lebih baik. Intinya, segala konflik antara tiga pilar pembentuk hukum nasional harus dituntaskan segera dengan strategi koeksistensi. Potensi konfliknya pun harus dicegah sedini mungkin dalam legislasi.

Tholabi memberi dua usul untuk langkah taktis strategi koeksistensi hukum nasional. Pertama, perlu menghadirkan satu lembaga pemandu dalam mendesain koeksistensi hukum nasional yaitu Pusat Legislasi Nasional atau Badan Legislasi Nasional, atau sebutan lainnya. “Salah satunya berfungsi melakukan harmonisasi serta penataan regulasi di level daerah hingga pusat,” usulnya. Kedua, pembentukan peraturan perundang-undangan melalui model omnibus law untuk menata ulang hukum keluarga di Indonesia yang sudah telanjur ada.

“Dapat menjadi alternatif untuk menuntaskan kerumitan dalam penataan hukum keluarga di Indonesia, baik terkait masalah substansi maupun masalah kecil untuk dijadikan dalam satu Undang-Undang,” kata Tholabi.

Tholabi tercatat memiliki dua gelar sarjana. Pertama adalah Sarjana Agama dalam bidang Hukum Keluarga Islam dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang bernama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua adalah Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta program kekhususan Hukum Perdata. Gelar magister dan doktor diraih juga di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi Hukum Keluarga Islam. Ia mulai menjadi pengajar tetap di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2003 hingga sekarang sekaligus mengemban tugas Dekan Periode 2019-2023.

Tags:

Berita Terkait