Prof Jimly Luncurkan Buku ke-74 dan 75, Soroti Isu Teokrasi dan Oligarki
Terbaru

Prof Jimly Luncurkan Buku ke-74 dan 75, Soroti Isu Teokrasi dan Oligarki

Dalam kesempatan yang sama juga dilakukan peluncuran Jimly Books Corner di sejumlah Perguruan Tinggi serta Pemberian 3 Penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia yang diperuntukan bagi Prof Jimly Asshiddiqie.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Prof Jimly Asshiddiqie berfoto bersama saat peluncuran bukunya di Auditorium KY, Senin (5/12/2022). Foto: FKF
Prof Jimly Asshiddiqie berfoto bersama saat peluncuran bukunya di Auditorium KY, Senin (5/12/2022). Foto: FKF

Prof Jimly Asshiddiqie selama ini dikenal sebagai sosok akademisi dan negarawan yang giat mencetak banyak buah pemikirannya ke dalam sebuah karya tulis berbentuk buku. Kali ini ia melakukan peluncuran 2 buku berjudul Teokrasi, Sekularisme dan Khilafahisme dan Oligarki dan Totaliarianisme Baru di di Auditorium Komisi Yudisial. Acara tersebut dihadiri undangan dari kalangan pejabat, organisasi masyarakat, sampai dengan awak media.

“Dalam buku saya, saya menggambarkan bahwa kekuasaan itu filosofinya harus dicegah jangan berada di satu tangan. Seluruh peradaban negara hukum, peradaban demokrasi, membicarakan bagaimana kekuasaan jangan sampai berada di satu genggaman. Maka muncul lah duo politique,muncul Montesquieu,” ujar Prof Jimly dalam sambutannya, Senin (5/12/2022).

Jimly mengatakan diperkenalkannya cabang judiciary sebagai cabang tersendiri dalam teori trias politica oleh Montesquieu dimaksudkan untuk ketiga cabang kekuasaan harus memiliki mekanisme check-and-balances serta mencegah agar tidak terjadinya kekuasaan di satu tangan. Filosofi tersebut menjadi sebuah aspek yang diterima dunia sampai sekarang.

Baca Juga:

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, kini disebutkan telah muncul suatu gejala baru yang perlu diperhatikan ialah gejala dimana kekuasaan akan kembali dalam satu genggaman kekuasaan yang jelas harus dicegah. “Saya bahas di buku Oligarki dan Totaliarianisme Baru, saya bagi dua cabang kekuasaan itu. Dulu oleh montesquie hanya trias, pada akhir abad ke-20 menjadi Quadro, jadi empat. Tapi empatnya itu adalah media as the fourth estate of democracy,” kata dia.

Pada buku Oligarki dan Totaliarianisme Baru, dibedakan the fourth estate itu menjadi 2 macam yakni mikro dan makro. Untuk mikro terdiri atas eksekutif, legislatif, yudikatif, dan cabang campuran. Cabang campuran meliputi lembaga seperti Bawaslu, KPU, dan lain sebagainya yang disebut-sebut oleh Jimly terdapat sekitar 20-an lebih lembaga yang menjalankan fungsi ‘campur aduk’. Dengan kata lain, melaksanakan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Ini banyak yang tidak menyadari. (Misalnya) KIP, Komisi Informasi Pusat, (fungsinya, red) mengadili banget itu. Bisa memenjarakan pejabat satu dua sampai tiga tahun, nanti bandingnya ke Pengadilan Negeri. Padahal, dia lembaga administratif dan dia punya fungsi regulatory. Jadi eksekutif, yudikatif, legislatif jadi satu. Ini cabang keempat,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait