Prof. Loebby: TGPK Tidak Berwenang Menyidik Kasus Hakim Agung
Berita

Prof. Loebby: TGPK Tidak Berwenang Menyidik Kasus Hakim Agung

Jakarta, hukumonline. Perseteruan antara Tim Gabungan Tindak Pidana Korupsi (TGPK) dengan dua hakim agung yang diduga menerima suap, makin memanas. Sementara itu, pakar pidana Prof Loebby Loqman malah berpendapat, TGPK tidak berwenang menyidik kasus hakim agung. Apa alasannya?

Oleh:
Tri/Zae/APr
Bacaan 2 Menit

Lebih lanjut, Loebby mengatakan bahwa tim gabungan ini sebenarnya ditujukan untuk menyidik kasus-kasus yang sulit pengungkapannya. "Hal tersebut diatur dalam Pasal 27 UU No. 31 Tahun 1999," ujar Loebby.

Prof. Loebby juga menegaskan bahwa dengan berlakunya UU No. 31 Tahun 1999, maka UU No. 3 Tahun 71 tidak berlaku lagi. Namun, menurut Loebby, UU No.  3 Tahun 1971 tetap berlaku sampai dengan tanggal diberlakukannya UU No. 31 Tahun 1999, yaitu pada 16 Agustus 1999.

Tetap bertahan

Pada sidang sebelumnya (25/9), pemohon praperadilan menyatakan bahwa TGPK tidak berwenang untuk mengadakan penyidikan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan pemohon. Pernyataan ini langsung dijawab oleh termohon dengan mengatakan bahwa obyek praperadilan yang diajukan pemohon, dalam hal ini ketidakabsahan penyidikan oleh TGPK, bukanlah kewenangan hakim praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP dan Pasal 1 butir 10 KUHAP.

Dalam duplik yang disampaikan pada sidang hari ini, termohon praperadilan TGPK tetap bertahan kepada jawabannya.  Menurut TGPK, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP bab 1 tentang praperadilan, tidaklah benar lembaga praperadilan dibentuk sebagai pengawas fungsional terhadap penyidik dan penuntut umum.

Menurut Tigor, lembaga praperadilan adalah lembaga untuk kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam rangka upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik maupun penuntut umum. "Sehingga ketentuan Pasal 77 KUHAP merupakan ketentuan yang limitatif dan tidak boleh ditafsirkan lain demi kepastian hukum," tegas Tigor.

Termohon juga menolak pendapat dari pemohon bahwa TGPK sebagai lembaga penyidik. Menurut Tigor, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) PP 19 Tahun 2000, TGPK hanyalah mengkoordinasikan penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh polisi dan jaksa aktif yang tergabung dalam TGPK.

Sementara istilah TGPK sebagai "kop surat" sebenarnya tidaklah menjadikan TGPK sebagai suatu institusi penyidikan. Karena, menurut Tigor, koordinator tim gabungan tersebut adalah Jaksa Agung RI, sesuai dengan Pasal 27 UU No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 4 ayat (2) PP 19 Tahun 2000. "Tim gabungan ini dibentuk dan betanggung jawab kepada jaksa agung sesuai Pasal 4 ayat (1) PP 19 Tahun 2000," jelas Tigor.

Berdasarkan hal tersebut, TGPK  dalam melakukan penyidikannya tetap meggunakan hukum acara pidana dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. "Termohon praperadilan menolak seluruhnya dalil-dalil dari pemohon praperadilan," tegas Tigor.

Sebelum persidangan berakhir, masing-masing pihak menyampaikan kesimpulannya terhadap sidang-sidang yang telah dilakukan sebelumnya. Pada kesimpulan tersebut, masing-masing pihak tetap bertahan pada dalil-dalil yang pernah mereka kemukakan. Sidang akan dilanjutkan pada Jumat (29/9) untuk mendengarkan putusan dari hakim.

Tags: