Profesi Advokat Tak Masuk Sektor Esensial, PERADI Surati Presiden
Utama

Profesi Advokat Tak Masuk Sektor Esensial, PERADI Surati Presiden

​​​​​​​Dengan beberapa pertimbangan, Peradi mengajukan permohonan agar advokat bisa masuk ke dalam sektor esensial.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Baca:

Andre menegaskan pemerintah sengaja mengatur sesempit mungkin sektor esensial dan kritikal untuk mengurangi mobilisasi masyarakat di luar rumah. Dia memastikan tak ada faktor diskriminasi untuk sektor profesi, tujuan pemerintah hanya ingin mengurangi penyebaran Covid-19.

“Sengaja ambil sesempit mungkin, jadi yang menyangkut kelangsungan hidup atau jalannya roda ekonomi misalnya energi, kesehatan, infrastuktur, yang tidak menimbulkan kerumunan, seperti tambang itu lebih banyak mesin daripada orang masuk ke sektor esensial dan kritikal. Ini harus dimengerti, ini bukan diskriminasi tapi upaya darurat untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Jadi semakin sedikit orang yang tidak bisa keluar rumah akan semakin baik,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, PPKM darurat ini hanya berlaku selama dua pekan dan maksimal satu bulan, sehingga dinilai tidak akan berdampak secara jangka panjang untuk profesi-profesi yang wajib melaksanakan WFH. Sehingga proses persidangan perkara mungkin akan dilaksanakan secara daring (e-court), atau sesuai peraturan yang akan dan telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA).

“Selama ini persidangan e-court, kalau pidana harus jalan terus karena ada batas waktu. Karena tadi peradilan masuk ke esensial, apakah persidangan e-court atau tidak itu tergantung MA. MA mau mengacu ke aturan lama atau mungkin bikin baru. Karena kalau sidang kedua belah pihak harus hadir, termasuk kuasa hukum,” tegasnya.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Suara Advokat Indonesia, Juniver Girsang menyampaikan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait pemberlakukan PPKM Darurat yang tidak memasukkan advokat dalam sektor esensial. Dalam surat tersebut dia menyampaikan permohonan sekaligus harapan agar advokat sebagai salah satu pilar penegak hukum ditetapkan sebagai bagian dari sektor esensial dalam pelaksanaan PPKM Darurat Jawa-Bali.

Setidaknya terdapat empat pertimbangan atas permohonan tersebut yakni pertama bahwa Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 5 ayat (1) berikut penjelasannya menyebutkan Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Advokat sebagai salah satu perangkat dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung serta berakhir pada Lembaga Pemasyarakatan dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Ketiga bahwa tuntutan keberadaan dan kehadiran secara fisik advokat sebagai penegak hukum mewakili masyarakat pencari keadilan pada setiap tahapan dalam sistem peradilan pidana (litigasi) sangat dibutuhkan dimulai dari proses pemeriksaan di Kepolisian, pemeriksaan di Kejaksaan, dalam proses persidangan di pengadilan sampai pada proses pasca putusan pengadilan. Dan keempat, berkenan dengan hal tersebut agar tercapainya proses penegakan hukum yang berkeadilan kiranya advokat dapat diberi peran untuk beraktivitas sama dalam Kategori esensial sebagaimana disamakan dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

“Kami sudah mengajukan keberatan itu, kami kalau tidak masuk esensial apa persidangan itu berjalan? Di kepolisian kalau ada pemeriksaan harus ada pendampingan pengacara kalau tidak ada tidak bisa berjalan. Kalau di kejaksaan juga karena hukumannya di atas 5 tahun wajib didampingi pengacara. Jadi kami merasa keberatan dengan kebijakan tersebut dan minta untuk dievaluasi agar lawyer menjadi esensial,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait