Prosedur Melaporkan Anggota Polri dan Sanksi Bagi yang Melanggar Kode Etik
Terbaru

Prosedur Melaporkan Anggota Polri dan Sanksi Bagi yang Melanggar Kode Etik

Berdasarkan PP 3/2003, anggota Polri yang terbukti melakukan tindak pidana dapat dijatuhi sanksi pemberhentian secara tidak hormat.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau PTDH sebagai anggota Polri. Sanksi Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, merupakan sanksi administratif berupa rekomendasi.

Kemudian ada sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH yang diatur dalam Pasal 21 ayat (3). Pengenaan sanksi ini dapat dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang salah satunya  melakukan pelanggaran dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.

Dalam Pasal 11 PP No 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila: melakukan tindak pidana; melakukan pelanggaran; meninggalkan tugas atau hal lain.

Apabila Anggota Kepolisian tersebut melakukan dugaan tindak pidana perkosaan terhadap pacarnya, maka ia harus menjalani proses persidangan di lingkungan peradilan umum sesuai ketentuan Pasal 2 PP 3/2003. Dan penting untuk dipahami, tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berhak mendapatkan bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PP 3/2003.

Sementara itu, anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan kekerasan dalam pacaran adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat yang ketiga terbanyak dilaporkan. "Pada kurun 2015-2020 tercatat 11.975 kasus yang dilaporkan oleh berbagai pengada layanan di hampir 34 provinsi, sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat," kata Siti Aminah Tardi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Pihaknya menyebut dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan. Namun demikian kasus kekerasan dalam pacaran sering berakhir dengan kebuntuan diproses hukum.

"Latar belakang hubungan pacaran kerap menyebabkan peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban dianggap sebagai peristiwa suka sama suka. Dalam konteks pemaksaan aborsi, justru korban yang dikriminalkan sementara pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait