Proses Penangkapan Hakim dan Panitera PN Rangkasbitung Diminta Transparan
Terbaru

Proses Penangkapan Hakim dan Panitera PN Rangkasbitung Diminta Transparan

Karena telah melewati masa penangkapan 3x24 jam, tapi belum ada informasi apapun terkait kelanjutan proses penangkapan ini. Saat ini KY menunggu hasil pemeriksaan dari BNN.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Informasi penangkapan terhadap 2 orang hakim dan 1 panitera Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung yang diduga menyalahgunakan narkoba mendapat sorotan dari elemen masyarakat sipil. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonsia (Sekjen PBHI) Julius Ibrani mengatakan tertangkap tangan 2 hakim dan 1 panitera PN Rangkasbitung oleh BNN Provinsi Banten terkait dugaan penyalahgunaan narkoba pada Rabu (18/5/2022) kemarin. Namun sayangnya, hingga Sabtu (21/5/2022) tak ada informasi apapun dari pihak BNN maupun PN Rangkasbitung, apalagi Mahkamah Agung (MA).

Dia melihat ketiadaan informasi dan publikasi terhadap penangkapan 2 hakim dan 1 panitera PN Rangkasbitung memunculkan banyak dugaan negatif terhadap proses hukum dan pemeriksaan oleh BNN. Baginya, hakim dan petugas BNN merupakan aparat penegak hukum yang semestinya berdiri tegak lurus menjaga marwah lembaga peradilan dengan pondasi transparansi.

Menurutnya, penangkapan telah lebih dari 3x24 jam. Tapi tak ada informasi apapun terkait kelanjutan proses penangkapan ini. Padahal, peristiwa tertangkap tangan semestinya cukup 1 x 24 jam dapat dilakukan publikasi perkara melalui konferensi pers secara terbuka (transparan). Ini agar masyarakat tak lagi bertanya-tanya soal apakah sesama aparat dapat “bermain mata”.

“Atau jangan-jangan ada proses 86? Ini merusak nama baik dan integritas institusional pengadilan dan Mahkamah Agung (MA), serta BNN sendiri yang selalu gagah berani menyatakan perang terhadap narkoba, tetapi mendadak sunyi senyap jika yang ditangkap sesama aparat,” kata dia.

Lebih lanjut, pria yang biasa disapa Ijul itu menilai ketiadaan transparansi tersebut berdampak negatif pada tingkat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan instansinya. Khususnya terhadap profesi hakim, institusi MA, BNN dan penyidiknya. Ini menunjukan perbaikan criminal justice system dengan pendekatan kesehatan pun belum jelas.

PBHI, kata Ijul, mendesak BNN, PN Rangkasbitung, dan MA agar bertindak transparan dengan mengungkap peristiwa yang sebenarnya terjadi kepada publik sesegera mungkin. “Karena sudah melebihi 3x24 jam. Ombudsman harus turun ke lapangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran akibat ketiadaan transparansi informasi yang terjadi,” ujarnya.

Ijul pun mendorong KY agar bertindak tegas dengan memantau proses serta memeriksa dugaan pelanggaran kode etik profesi hakim yang ditangkap untuk dijatuhkan sanksi tegas.  Menurutnya, bila 2 hakim yang ditangkap terbukti memiliki masalah ketergantungan terhadap narkoba yang artinya berhubungan masalah Kesehatan. Untuk itu, PBHI mendorong penanganannya dengan pendekatan kesehatan yang merupakan hak asasi melalui rehabilitasi sampai tuntas.

Tags: