PT Taspen Tekankan Pentingnya Pemisahan Pengelolaan Jamsos PNS dan Swasta
Berita

PT Taspen Tekankan Pentingnya Pemisahan Pengelolaan Jamsos PNS dan Swasta

Ada perbedaan pandangan antara PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan selaku pihak terkait. PT Taspen menekankan pentingnya pemisahan pengelolaan jamsos PNS dan swasta. Sementara BPJS Ketenagakerjaan menganggap pengelolaan jaminan sosial tidak dapat dilakukan oleh BUMN persero yang profit oriented.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Direktur Utama PT Taspen A.N.S. Kosasih saat memberi keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi UU BPJS di ruang sidang MK, Rabu (5/2). Foto: Humas MK
Direktur Utama PT Taspen A.N.S. Kosasih saat memberi keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi UU BPJS di ruang sidang MK, Rabu (5/2). Foto: Humas MK

Pengelolaan jaminan sosial, dalam hal ini jaminan pensiun untuk pejabat negara, PNS di PT Taspen (Persero) berpegang pada filosofi pengabdian dan penghargaan. Karena itu, jika ada penggabungan/peralihan pengelolaan jaminan sosial dari PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan diharapkan tidak mengabaikan kedua unsur tersebut.

 

Harapan itu disampaikan Direktur Utama PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (PT Taspen) A.N.S. Kosasih selaku pihak terkait di sidang lanjutan pengujian UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) pada Rabu (5/2/2020) kemarin seperti dikutip laman resmi MK. Permohonan ini diajukan para pensiunan dan PNS aktif yang mempersoalkan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029.

 

Kosasih menyampaikan jika ada penggabungan, maka perlu dilaksanakan dengan fokus dan segmentasi yang jelas. Ia menegaskan pengelolaan jaminan sosial (jamsos) ini harus dilaksanakan dengan filosofi bahwa unsur penghargaan bagi pejabat negara tidak dapat diabaikan. Dia pun menekankan pentingnya memisahkan pengelolaan jaminan sosial dari sektor swasta termasuk dalam hal kebijakan, layanan, dan manfaat dari jaminan sosial yang dimaksudkan. 

 

Dia beralasan penggabungan pengelolaan jaminan sosial ini, tidak hanya akan menghilangkan kebanggaan dari PNS, tetapi juga dapat menghilangkan unsur filosofis berupa penghargaan atas pengabdian. Hal ini akan berpotensi menggangu kinerja serta pengabdian para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan demi melayani masyarakat.

 

“Terlebih karena dana yang dikumpulkan untuk pegawai negeri sipil jumlahnya lebih sedikit daripada tenaga kerja swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak,” terang Kosasih. Baca Juga: Peralihan PT Taspen ke BPJS, Ini Tanggapan Pemerintah

 

Kosasih menekankan tidak ada program jaminan sosial dasar yang sesuai untuk diberikan pada pejabat negara dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti diatur UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Dalam sidang ini, Kosasih menjelaskan hingga saat ini belum ada bagian dari program PT Taspen yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan karena perbedaan program.

 

Menurutnya, kedudukan pejabat negara dan PNS memiliki karakteristik khusus sebagai abdi negara, yang pembayaran pensiunnya dibiayai oleh APBN. Dengan demikian, jaminan sosial bagi pejabat negara dan PNS tetap diselenggarakan oleh PT Taspen. Kosasih melihat Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS telah memberi keresahan tentang adanya pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan   

 

Awalnya program ini dikelola secara khusus oleh PT Taspen, tapi akan dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Wacana ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para peserta program PT Taspen. “Jadi, tidak dapat dipastikan dengan adanya pengalihan itu, para peserta Taspen akan mendapat layanan dan manfaat yang lebih baik dari pelayanan prima yang selama ini diberikan oleh PT Taspen.”

 

Tidak dapat dilakukan BUMN

Pihak terkait lain, Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum BPJS Ketenagakerjaan Salkoni menyampaikan pengaturan kelembagaan dan mekanisme BPJS sebagai lembaga pengelola jaminan sosial nasional merupakan open legal policy pembentuk undang-undang.  Kehadiran BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan hukum publik diharapkan dapat menyempurnakan sistem terdahulu, sehingga mampu memberi perbaikan layanan dengan prinsip gotong royong yang dilaksanakan secara bertahap.

 

“Dengan penyelenggaraan jaminan sosial di BPJS Ketenagakerjaan diharapkan terwujud gotong royong secara nasional tanpa membedakan profesi Warga Negara Indonesia,” kata Salkoni. 

 

Sehubungan konsep pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan PT Taspen (Persero) kepada BPJS Ketenagakerjaan, menurut Salkoni, hal tersebut amanat dari prinsip kegotongroyongan seperti diatur Pasal 4 UU SJSN. Ketentuan ini mengatur prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.

 

“Kesimpulannya, pengelolaan konsep jaminan sosial tidak dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN) yang profit oriented. Akan tetapi, dilaksanakan oleh badan hukum publik dengan keuntungan yang diperoleh, digunakan, dan dikembalikan manfaat yang diterimanya oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.  

 

Permohonan ini diajukan mantan Ketua MA Prof Mohammad Saleh bersama 14 pensiunan pejabat PNS dan PNS aktif mempersoalkan pengalihan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029 sebagaimana diatur Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029. Kelima belas pemohon itu adalah peserta program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua di PT Taspen.   

 

Aturan itu dinilai menimbulkan potensi kerugian hak konstitusional para pemohon dan ketidakpastian untuk mendapatkan jaminan sosial yang dijamin Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945. Sebab, para pemohon selama ini telah menikmati pelayanan prima dan keuntungan yang diberikan PT Taspen. Menurutnya, kebijakan atau politik hukum pemerintah menganut keterpisahan manajemen (tata kelola) penyelenggaraan jaminan sosial antara pegawai pemerintahan dengan pekerja/pegawai nonpemerintahan (swasta).

 

Keterpisahan tata kelola penyelenggaraan jaminan sosial dimaksudkan karena PNS, pejabat negara, dan penerima pensiunan PNS merupakan pegawai pemerintah yang memiliki spesial karakter dan menghindari timbulnya risiko finansial yang sangat fundamental. Apabila terjadi risiko finansial terjadi (defisit BPJS) bisa berakibat ketenangan, semangat, daya kreativitas, loyalitas PNS dan pejabat negara menurun dalam mengemban amanah sebagai abdi negara termasuk menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Para pemohon meminta agar program pembayaran pensiun dan tabungan hari tua pensiunan pejabat negara, PNS atau PNS aktif tetap dikelola PT Taspen. Misalnya, Pasal 57 huruf (f) UU BPJS terhadap frasa "sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan" dinilai bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sedangkan, Pasal 65 ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Tags:

Berita Terkait