Pungli: Antara Suap atau Pemerasan?
Utama

Pungli: Antara Suap atau Pemerasan?

Terpeliharanya iklim administrasi tak sehat dapat menghantarkan Indonesia menuju iklim berusaha yang tak sehat.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

Pakar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU), Mahmud Mulyadi.

 

Jika pelaku usaha melaporkan, aparat melakukan tindakan dan pelapor ikut serta membantu, maka unsur niat jahat (mens rea) untuk melakukan suap tak akan terpenuhi. Takutnya, katanya, jika tak ada pelaporan itu akan masuk dalam wilayah abu-abu dan pebisnis menjadi tak lagi memiliki alat bukti agar tak terseret sebagai tersangka suap.

 

“Karena itu, seharusnya siapapun yang merasa diperas tidak punya alasan untuk memberikan uang, melainkan harus menjadi alasan baginya untuk melapor kepada aparat. Itu lebih aman,” tegas Mahmud.

 

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana Bonaparta, menjelaskan kunci untuk membuktikan tidak adanya niat jahat pemohon izin dalam konteks pungli, yakni adanya bukti bahwa iktikad untuk memberi uang tidak datang dari pemohon, melainkan harus dari penerima/pejabat/pelayan publik yang bersangkutan. Hanya saja, Ia tak menampik untuk membuktikan dari mana datangnya itikad itu tidaklah mudah.

 

“Ada kalanya keinginan untuk memberi muncul dari kondisi yang diciptakan oleh pejabat pelayan publik, itu menurut saya yang sulit menemukan mens rea nya,” jelasnya.

 

Hukumonline.com

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana Bonaparta.

 

Terlebih, kata Ganjar, pejabat tak memberikan paksaan sedemikian rupa, sebaliknya pengusaha yang kerapkali begitu mudah merasa bahwa Ia dipaksa menyuap. Sehingga, sifat paksaannya kerapkali tak memenuhi syarat. Jika mengacu pada doktrin pidana murni, sambungnya, sifat paksaan harus mutlak, tidak ada jalan lain dan perbuatan itu adalah satu-satunya perbuatan yang bisa Ia lakukan serta betul-betul jelas pertimbangan proporsionalitas resiko dengan perbuatan yang ia tanggung (vide: Pasal 48 KUHP).

 

“Itu baru unsur overmacht (daya paksa)nya terpenuhi, karena dalam pidana konsep overmacht itu betul-betul tegas diterapkan, tidak di kendar kendorkan. Jangan sampai sedikit-sedikit orang merasa dipaksa, akhirnya lolos semua,” Jelasnya.

 

(Baca Juga: Catatan Problematika Perizinan dan Investasi di Tahun 2018)

 

Ganjar menganjukan jika memang pejabat bersangkutan melakukan tarik ulur dengan memperlambat pemberian izin, lebih baik langsung dilaporkan kepada Ombudsman. Sementara jika ada sinyal yang mengarah pada permintaan uang, maka dapat dilaporkan kepada Tim Saber Pungli.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait