Putusan Banding Pinangki Dinilai Cederai Rasa Keadilan, Begini Pandangan KY
Terbaru

Putusan Banding Pinangki Dinilai Cederai Rasa Keadilan, Begini Pandangan KY

KY tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan hakim. Tapi, putusan banding Pinangki bisa dilakukan eksaminasi publik oleh perguruan tinggi dan akademisi. Dari situ, dapat diperoleh analisis yang cukup objektif dan menyasar pada rekomendasi kebijakan (penghukuman).

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit
Mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dengan memotong hukuman dari sebelumnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Putusan tersebut dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat. Kejaksaan Agung pun diminta mengajukan kasasi.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketiga subsider," demikian bunyi putusan banding yang dilansir laman direktori putusan MA.

Perkara putusan banding yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Muhammad Yusuf selaku ketua dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik yang diputuskan pada tanggal 14 Juni 2021. (Baca: Ultra Petita Putusan Jaksa Pinangki, Apa Pertimbangan Majelis?)

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri berpendapat vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mencederai rasa keadilan masyarakat. "Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan," kata Bivitri. Ia mengatakan masyarakat luas telah mengetahui bahwa sosok Jaksa Pinangki Sirna Malasari memiliki peran penting dan signifikan dalam kasus yang menjerat Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Selain adanya pengurangan masa hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun, alasan atau pertimbangan yang disampaikan hakim juga turut memperdalam rasa kekecewaan publik terhadap lembaga peradilan. Menurut dia, pertimbangan perempuan yang membuat hukuman Jaksa Pinangki dipotong hingga 6 tahun adalah alasan yang dicari-cari atau tidak masuk akal. Bivitri juga membandingkan kasus korupsi yang menjerat mantan kader Partai Demokrat Angelina Sondakh, namun tidak mendapat keringanan sebagaimana jaksa Pinangki.

"Kalau pun tidak kasus korupsi, ada kasus Baiq Nuril namun tidak mendapat keringanan sebagaimana Jaksa Pinangki," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini.

Justru karena Pinangki merupakan seorang jaksa seharusnya hukuman yang dijatuhkan seharusnya jauh lebih berat (karena dia aparat penegak hukum, red), bukan malah dikurangi. Namun demikian, ia mengatakan hakim memang memiliki pertimbangan atau sebuah keyakinan sendiri yang diambil dalam memutus sebuah perkara. Bahkan, tak jarang hal-hal yang sama sekali tidak terkait dengan perbuatan hukum pelaku menjadi pertimbangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait