Putusan Ini ‘Kado’ untuk Perjuangan Bang Buyung
Utama

Putusan Ini ‘Kado’ untuk Perjuangan Bang Buyung

Implikasi putusan ini: aturan persyaratan bagi kendaraan bermotor, seperti uji kir/tipe, berkala, termasuk pengenaan pajak tidak berlaku bagi kendaraan alat berat.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Kendaraan alat berat. Foto: ADY
Kendaraan alat berat. Foto: ADY
Perusahaan kontraktor yang kerap menggunakan kendaraan alat-alat berat mungkin bisa bernafas lega. Soalnya, lewat pengujian Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU UU No. 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kendaraan alat-alat berat bukanlah kendaraan bermotor.

Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan MK No. 3/PUU/XIII/2015 di ruang sidang MK, Kamis (31/3).

Sebelumnya, Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ berbunyi, “Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain: c. alat berat antara lain: buldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane.”

Tiga perusahaan kontraktor yakni PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, PT Marga Maju Japan mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ yang menempatkan kendaraan alat-alat berat sebagai kendaraan khusus yang masuk kategori kendaraan bermotor. Menurut para pemohon, aturan itu telah mengatur norma baru.

Kendaraan alat-alat berat sejatinya merupakan alat produksi yang berbeda dengan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi barang/orang. Sebab, kendaraan alat berat tidak akan pernah berubah fungsi menjadi moda/alat transportasi barang/orang. Namun, faktanya kendaraan alat berat diperlakukan sama dengan kendaraan bermotor pada umumnya yang harus memenuhi persyaratan uji tipe dan berkala.

Sementara uji tipe dan berkala tidak akan pernah dapat terpenuhi karena alat berat memiliki bahan karakteristik yang berbeda dengan kendaraan bermotor pada umumnya. Akibatnya, para pemohon merasa hak konstitusional mereka dirugikan karena tidak bisa berusaha gara-gara alat-alat berat itu tidak bisa memenuhi persyaratan kendaraan bermotor. Karena itu, Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Mahkamah menilai rumusan Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bukan norma hukum karena tidak berisi penilaian atau sikap yang harus dilakukan/tidak dilakukan atau larangan. “Ketidakmandirian makna kalimat penjelasan pasal itu menegaskan posisinya bukan norma hukum, melainkan hanya bagian (struktur) pelengkap, uraian mengenai pengertian/definisi kendaraan khusus,” ujar Hakim Konstitusi Wahidudin Adams.

Penjelasan a quo bagi Mahkamah telah memunculkan norma hukum yang seolah-olah nyata (norma hukum bayangan) mengharuskan alat berat memenuhi syarat-syarat teknis kendaraan bermotor pada umumnya. Meski sama-sama berpenggerak motor, alat berat memiliki perbedaan teknis sangat mendasar dibandingkan dengan kendaraan bermotor lain yang dipergunakan di jalan raya sebagai sarana transportasi.

“Alat berat secara khusus didesain bukan untuk transportasi melainkan untuk melakukan pekerjaan berskala besar dengan mobilitas relatif rendah. Penggolongan atau penyamaan perlakuan alat berat dengan kendaraan bermotor pada umumnya, menurut Mahkamah menimbulkan kerugian bagi para Pemohon ketika alat berat yang bukan moda transportasi., tetapi diwajibkan memenuhi persyaratan.”

Pasal 47 ayat (2) UU LLAJ telah merinci dengan luas kualifikasi kendaraan bermotor tersebut ternyata sebagian alat- alat berat yang dimaksud Penjelasan tidak senafas dengan Pasal 47 ayat (2) UU LLAJ. Karena itu, diperlukan peraturan lebih lanjut untuk menyelaraskan pemahaman kendaraan bermotor dengan bentuk alat-alat berat yang dimaksud.

Karenanya, menurut Mahkamah alat berat adalah kendaraan dan/atau peralatan yang digerakkan oleh motor, namun bukan kendaraan bermotor dalam pengertian yang diatur oleh UU LLAJ. Dengan demikian, pengaturan alat berat sebagai kendaraan bermotor seharusnya dikecualikan dari UU LLAJ atau setidaknya tidak dikenai persyaratan yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya yang beroperasi di jalan raya, yaitu sepeda motor dan mobil.

“Mewajibkan alat berat memenuhi persyaratan teknis yang sama dengan persyaratan kendaraan bermotor pada umumnya, padahal keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” kata Wahidudin saya membacakan putusan.

Usai persidangan, kuasa hukum para pemohon, Ali Nurdin merasa senang dan bersyukur dengan putusan MK ini. “Ini bisa menjadi ‘kado’ bagi almarhum Adnan Buyung Nasution yang sedari awal ingin meluruskan persoalan ini sudah dua kali sejak tahun 2012. Sebelumnya permohonan kita lewat pengujian UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” kata Ali Nurdin di Gedung MK.

Menurutnya, implikasi putusan ini berarti semua aturan persyaratan bagi kendaraan bermotor, seperti uji kir/tipe, berkala, termasuk pengenaan pajak tidak berlaku bagi kendaraan alat berat. “Tadi pandangan MK, menyatakan alat-alat berat berbeda dengan kendaraan bermotor umumnya dari sisi karakteristik, spesifikasi, peruntukan, desainnya. Konsekuensinya, semua aturan kendaraan alat berat yang disamakan dengan kendaraan bermotor  batal demi hukum,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait