Putusan MK Disebut Tak Pengaruhi Syarat Menjadi Kuasa Wajib Pajak
Utama

Putusan MK Disebut Tak Pengaruhi Syarat Menjadi Kuasa Wajib Pajak

Perubahan pengaturan soal konsep Kuasa Wajib Pajak ini memang seringkali berubah-ubah seiring berubahnya aturan yang menaunginya. Ada beberapa persyaratan-persyaratan yang muncul di satu produk aturan, namun kemudian dibatasi, dimunculkan bahkan dihilangkan kembali.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Perjalanan Pengaturan Definisi ‘Kuasa Wajib Pajak’ (Penjelasan Darussalam)

No.

Aturan

Muatan aturan

1.

KMK  576/2000

Dibuka 2 jalur persyaratan (pasal 1-2);

  • Menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, dengan ketentuan;
  • Memiliki brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
  • Ijazah formal pendidikan perpajakan di PTN atau PTN dengan status disamakan dengan Negeri.
  • Melalui jalur sertifikasi kemampuan bidang perpajakan (KMK 485/2003)
  • Ujian sertifikasi Konsultan Pajak (yang diselenggarakan oleh IKPI)
  • Pensiunan Ditjen Pajak

2.

PMK 97/2005

Jalur persyaratan lewat pendidikan formal dihilangkan,sehingga yang diakui hanya kuasa yang memiliki izin praktek sebagai konsultan pajak (Pasal 1)

3.

PP 80/2007

Memunculkan kembali jalur non-konsultan pajak (bersertifikat Brevet atau Ijazah formal minimal D3 di PTN/PTS terakreditasi A bidang perpajakan.

4.

PMK22/2008

Membatasi jalur non-konsultan pajak dengan ketentuan;

  1. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto < 1,8 M /tahun;
  3. WP Badan dengan peredaran bruto< 2,4 M/tahun.

5.

PP 74/2011

Memunculkan kembali jalur non-konsultan pajak dengan sertifikat Brevet atau Ijazah formal minimal D3 di PTN/PTS terakreditasi A bidang perpajakan.

6.

PMK 229/2014

Menghilangkan kembali jalur non-konsultan Pajak

7.

Rencana Relaksasi PMK oleh DJP

 

Terlepas dari perjalanan berubah-ubahnya pengaturan soal Kuasa Wajib Pajak dalam berbagai aturan tersebut, Darussalam menyimpulkan sebuah konsep ideal kuasa wajib pajak sejauh pengamatannya, yakni:

  1. Jalur Prioritas          : Ijazah formal minimal D3 dan/atau S1 di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh PTN/PTS yang terakreditasi (perlu didiskusikan lebih lanjut soal akreditasi;
  2. Jalur Penyertaan    : Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi bagi mereka yang memiliki ijazah formal bukan di bidang perpajakan.
  3. Jalur Penghargaan : Diperuntukkan bagi Pensiunan Pegawai Ditjen Pajak.

 

Akademisi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi UI, Wisamodro Jati, mengakui memang banyak disiplin ilmu yang bersinggungan dengan perpajakan, termasuk di dalamnya soal Ilmu Ekonomi, Hukum, Administrasi Perpajakan baik dari segi penerimaan negara atau otoritas perpajakan maupun dari sisi wajib pajak (bagaimana menjalankan hak dan kewajiban dalam lingkup mikro), Ilmu Akuntansi hingga bahkan disiplin ilmu politik untuk menyuarakan kebijakan yang dibutuhkan sektor perpajakan.

 

“Semua bidang keilmuan ini harus terlibat dalam mempertimbangkan apakah kriteria-kriteria seorang kuasa wajib pajak dapat dikatakan betul-betul kompeten dalam menjalankan fungsinya,” Jelas Jati.

 

Akan tetapi, sambung Jati, khusus dalam hal ‘Kuasa Wajib Pajak’, itu sifat fungsinya lebih teknis, sehingga yang dimungkinkan terlibat dalam hal ini adalah disiplin ilmu Hukum, Akuntansi dan administrasi perpajakan. Untuk bisa dikatakan sebagai Kuasa yang kompeten, Jati menganggap 3 disiplin keilmuan itu tetap harus mengikuti proses pendidikan perpajakan dan tidak bisa diraih hanya dengan ujian sertifikasi.

 

“Untuk bisa kompeten sebagai Kuasa Wajib Pajak, kita harus mengikuti proses pendidikan yang tidak bisa diraih saat ujian sertifikasi saja. Kalaupun mau disertifkasi, tetap harus melewati pendidikan perpajakan dan mendapatkan kredit sesuai dengan yang sudah mereka pelajari di Universitas,” tukas Jati.

 

Misalnya, tambah Jati, untuk lulusan akuntansi maka keilmuan perpajakannya mesti diperkuat dengan mengambil kredit pendidikan berkelanjutan untuk pajak. untuk lulusan hukum, mereka juga harus mengambil kredit keilmuan akuntansi, karena bicara pajak tanpa akuntansi juga akan kesulitan. Kemudian untuk lulusan administrasi perpajakan yang sudah kuat baik di bidang akuntansi maupun perpajakan, maka perlu dikuatkan dari segi kelimuan dalam menafsirkan aturan hukum.

 

Tags:

Berita Terkait