Putusan MK yang Diabaikan dan Optimalisasi Eksekutorial Putusannya

Putusan MK yang Diabaikan dan Optimalisasi Eksekutorial Putusannya

Perlu kesadaran hukum yang tinggi untuk melaksanakan putusan. Mahkamah Konstitusi telah melakukan beberapa langkah alternatif agar putusannya dipatuhi dan ditindaklanjuti.
Putusan MK yang Diabaikan dan Optimalisasi Eksekutorial Putusannya

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sering kali diabaikan dan tidak dilaksanakan, padahal putusan MK bersifat final and binding. Sejak MK berdiri beberapa putusan MK tidak dilaksanakan atau diabaikan oleh tiga cabang kekuasaan lembaga negara, yakni yudikatif, legislatif dan eksekutif. Lalu, bagaimana sebenarnya eksekutorial putusan MK sehingga membuat putusan MK diabaikan? Dan putusan apa saja yang tidak dilaksanakan atau diabaikan?

Seperti yang terjadi baru-baru ini mengenai Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang diabaikan oleh lembaga negara cabang kekuasaan eksekutif (Presiden) dengan menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu. Padahal dalam Putusan MK No. 91 tersebut, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditunda keberlakuannya selama 2 tahun untuk diperbaiki. Kebijakan mengeluarkan Perppu ini, menambah jumlah putusan MK yang tidak dilaksanakan atau diabaikan.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak diperbaiki (hingga 25 November 2023), UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. MK juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. Namun, bukannya memperbaiki UU Cipta Kerja melalui proses partisipasi publik secara bermakna, Pemerintah malah menerbitkan Perppu tersebut.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, baik untuk menguji UU terhadap UUD sesuai Pasal 24C UUD 1945. Dalam Buku Bambang Sutiyoso berjudul “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia” tahun 2006, menyebut putusan final berarti putusan MK tersebut upaya pertama (the first resort) sekaligus upaya terakhir (the last resort) bagi para pencari keadilan. Terlebih asas putusan MK bersifat res judicata pro veritate habetur (apa yang diputus hakim harus dianggap benar dan harus dilaksanakan).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional