Putusan Praperadilan Kasus Bank Century, Potret Ketidakjelasan Hukum Acara Praperadilan
Berita

Putusan Praperadilan Kasus Bank Century, Potret Ketidakjelasan Hukum Acara Praperadilan

ICJR minta agar Pemerintah menerbitkan aturan transisi berupa PP sebagai bentuk langkah responsif dan terukur untuk menjamin adanya pengaturan tentang Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif.

Oleh:
CR-25
Bacaan 2 Menit

 

Atas dasar itu, ICJR berharap ketidakjelasan hukum ini segera dibenahi mengingat lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak-hak tersangka dalam sistem peradilan pidana. Banyaknya ketentuan baru sebagai bagian dari upaya paksa haruslah diiringi dengan mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai bentuk penjaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tersangka.

 

Pembenahan dapat berupa diterbitkannya aturan transisi berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai bentuk langkah responsif dan terukur untuk menjamin adanya pengaturan tentang hukum acara praperadilan yang lebih komprehensif.

 

Untuk diketahui, dalam pertimbangannya, hakim tunggal Effendi Mukhtar meminta KPK, selaku pihak termohon, sebagai penegak hukum harus bersikap adil dan melanjutkan pemeriksaan dan penuntutan. Selain itu, hakim juga menilai bahwa KPK harus memproses nama-nama yang terdapat dalam dakwaan apapun risikonya sebagai konsekuensi logis KPK kepada masyarakat bahwa dalam penindakan dilarang melanggar prinsip-prinsip dan asas-asas dalam teori hukum pidana.

 

Hal lain yang masuk pertimbangan hakim terkait dengan lamanya penanganan perkara. MAKI menganggap KPK menghentikan penanganan perkara kasus Bank Century meskipun tidak secara eksplisit. Alasan MAKI lantaran sejak kasus Budi Mulya selesai pada tingkat kasasi pada 2015, tidak terlihat upaya KPK untuk mengusut kembali kasus ini. KPK pun membantah hal itu karena mengaku tidak bisa mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang berujung pada penghentian suatu tindak pidana korupsi.

 

Dalam pertimbangannya, hakim Effendi menyatakan jika memang Termohon (KPK) tidak atau belum mengeluarkan SP3 dengan alasan Termohon dalam undang-undang tidak ada kewenangan untuk menerbitkan SP3, harus ada penjelasan secara hukum sampai kapan status seseorang yang disebutkan dalam dakwaan yang di junctokan dengan Pasal 55 KUHP apakah akan diteruskan atau dikeluarkan dari dakwaan tersebut.

 

Dengan demikian, menurut hakim apa yang diinginkan demi tegaknya hukum dan keadilan, masyarakat pencari keadilan harus dapat mengujinya dan hakimberpendapat bahwa lembaga praperadilan sebagai lembaga kontrol secara horizontal setiap tindakan penegak hukum. Sehingga permohonan ini tidak prematur dan eksepsi yang diutarakan KPK tidak beralasan dan harus ditolak.

Tags:

Berita Terkait