Ragam Inovasi SIAC untuk Tangani Kasus Arbitrase Internasional
Belajar dari SIAC:

Ragam Inovasi SIAC untuk Tangani Kasus Arbitrase Internasional

Sifat kedaruratan dalam penyelesaian sengketa dapat diakomodasi melalui Emergency Iinterim Relief.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penyelesaian sengketa. Ilustrator: HGW
Ilustrasi penyelesaian sengketa. Ilustrator: HGW

Kurang dari tiga dekade sejak kelahirannya, Singapore International Arbitration Centre (SIAC) telah tumbuh sebagai salah satu instansi global dengan beban penanganan perkara arbitrase tertinggi di dunia. Beragam inovasi yang memudahkan pihak yang berperkara tak henti-hentinya dikeluarkan.

Tidak heran bila Queen Mary University of London International Arbitration Survey (QMUL Survey) menobatkan SIAC sebagai the most preferred arbitral institution di Asia dan meraih peringkat ketiga di dunia. “Dalam kurun lima tahun terakhir, kita sudah menangani kasus yang melibatkan para pihak di lebih dari 100 yurisdiksi,” ungkap CEO SIAC, Lim Seok Hui dalam SIAC webcast, Rabu, (8/4).

Indonesia, termasuk negara dengan peringkat ketujuh setelah Switzerland, (Uni Emirat Arab) UAE, Brunei Darussalam, USA, China, Filipina dan India sebagai pengguna jasa SIAC terbanyak sepanjang 2019. Lim juga mengungkapkan, 80 persen kasus yang terdaftar dan ditangani SIAC adalah kasus berjangkauan internasional. Seiring meningkatnya kepercayaan international users terhadap SIAC, ia menyebut jangka waktu pemeriksaan perkara oleh arbiter SIAC juga terus ditingkatkan. “Rata-rata waktu pemeriksaan kita bisa selesai dalam 12,4 hari,” terangnya.

Lima tahun lalu, SIAC hanya mencatat penanganan perkara sebanyak 222 kasus. Bila dibandingkan dengan kasus masuk 2019, terjadi lonjakan perkara hingga 50 persen lebih dengan total 479 kasus dan nilai perkara mencapai AS$8.09 miliar. Peningkatan ini  diungkapkan President SIAC Court of Arbitration, Gary Born. Ada banyak pertumbuhan di seluruh aspek proses arbitrase di SIAC, seperti meningkatnya jumlah penunjukan emergency arbitrators (EA), peningkatan jumlah early dismissal,dan expedited procedure yang ditangani. “Setiap aspek penanganan perkara seperti joinder dan konsolidasi juga menunjukkan peningkatan peminat yang sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ungkapnya.

(Baca juga: SIAC Respons Positif Perwakilan Indonesia di Lembaga Arbitrase Internasional).

Hukumonline mencatat ada banyak gebrakan inovatif yang telah berupaya dikembangkan SIAC sejak awal berdirinya, demi memudahkan dan merespon setiap masukan dari pemangku kepentingan. Salah satu inovasi yang diperkenalkan melalui SIAC Rules 2010 dan banyak diminati adalah Emergency Interim Relief (EIR).

Melalui EIR, hilang atau musnahnya aset yang menjadi objek sengketa arbitrase dapat diantisipasi sebelum tribunal arbitrase dibentuk, sehingga risiko kehilangan aset ketika arbitral award nantinya dikeluarkan akan semakin kecil. Sifat darurat dari pelaksanaan EIR ini, melibatkan arbiter yang sifat pengangkatannya juga dilakukan secara darurat. Arbiter tersebut dikenal sebagai emergency arbitrators (EA).

EIR lahir sebagai jawaban atas sulitnya eksekusi asset pasca putusan arbitrase dikeluarkan, padahal biaya dan effort yang dikeluarkan untuk memenangkan perkara tentu tidak sedikit. Sejak awal diperkenalkan hingga 2019, sebanyak 94 permohonan EA sudah diterima SIAC, 10 di antaranya merupakan permohonan yang diajukan sepanjang 2019. Paling besar, permohonan EA berkaitan dengan sektor korporasi (39 persen), commercial (14 persen), konstruksi/infrastruktur/engineering (13 persen), perdagangan (12 persen), dan maritime/shipping (9 persen).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait