Ragam Kebijakan OJK Menjaga Stabilitas Jasa Keuangan Terdampak Pandemi
Berita

Ragam Kebijakan OJK Menjaga Stabilitas Jasa Keuangan Terdampak Pandemi

Sepanjang 2020, berbagai kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan OJK untuk mencegah dampak pandemi Covid-19 yang lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 6 Menit

Ketiga, Untuk sektor industri keuangan non bank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan non bank dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya Perusahaan Pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.

Keempat, Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini. "Kebijakan ini diterbitkan sebagai upaya mengoptimalkan kinerja lembaga jasa keuangan non-bank, menjaga stabilitas sistem keuangan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi pada masa pandemi Covid-19," ujar Anto.

Menjaga Stabilitas Pasar Keuangan

Sejak awal dampak pandemi mempengaruhi perekomian Indonesia, OJK langsung mengambil berbagai kebijakan: Pertama, Melarang short selling untuk sementara waktu. Kedua, Pemberlakuan asimetric auto rejection dan trading halt 30 menit untuk penurunan 5 persen perdagangan. Ketiga, Peniadaan perdagangan di sesi pre-opening. Keempat, Pemberlakuan buy back saham tanpa melalui RUPS.

“Selain itu dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan di bursa efek dan pelaksanaan fit and proper test virtual,” kata Anto.

Kebijakan stimulus lanjutan

Untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti:

Pertama, Penundaan pembelakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas bagi perbankan. Kedua, Peniadaan kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer sebesar 2,5 persen ATMR sampai dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan.

Ketiga, Penurunan batas minimum rasio Liquidity Coverage Ratio(LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan. Keempat, Penundaan penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan.

Tags:

Berita Terkait