Ragam Regulasi Soal Transparansi dan Pengelolaan Dana Publik dalam Yayasan
Terbaru

Ragam Regulasi Soal Transparansi dan Pengelolaan Dana Publik dalam Yayasan

Payung hukum mengenai pengumpulan uang terbilang sudah lama, sehingga sanksi yang tercantum pada tindakan pelanggaran terbilang ringan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
PPATK mengadakan jumpa pers mengenai penyalahgunaan donasi masyarakat yang dikumpulkan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rabu (6/7). Foto: MJR
PPATK mengadakan jumpa pers mengenai penyalahgunaan donasi masyarakat yang dikumpulkan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rabu (6/7). Foto: MJR

Persoalan penyalahgunaan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) seperti yang dilaporkan Majalah Tempo menjadi perhatian utama publik saat ini. Khususnya, persoalan tetang transparansi dan pengelolaan dana publik oleh suatu Yayasan. Terlebih, berdasarkan laporan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dana kelolaan masuk-keluar ACT dapat mencapai sekitar Rp 1 triliun per tahun yang bersumber dan mengalir dari dalam dan luar negeri.

Payung hukum mengenai pengumpulan uang terbilang sudah lama, sehingga sanksi yang tercantum pada tindakan pelanggaran terbilang ringan. Ketentuan pengumpulan uang tercantum pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang. Pasal 1 UU 9/1961 menjelaskan pengumpulan uang atau barang yaitu setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan.

Untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang diperlukan izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang yaitu Kementerian Sosial RI dan pemerintah daerah. Sementara, pengumpulan uang atau barang yang diwajibkan oleh hukum agama, hukum adat dan adat-sitiadat, atau yang diselenggarakan dalam, lingkungan terbatas, tidak memerlukan izin tersebut.

Baca Juga:

Regulasi lain juga mengatur pertanggungjawaban yayasan dalam transparansi dan pengelolaan dana publik. Seperti yang disampaikan dosen hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti Azmi Syahputra berpandangan ACT sebagai lembaga filantropi berbadan hukum yayasan yang harus tunduk pada UU No.16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Dia menerangkan yayasan berfungsi sebagaimana maksud dan tujuan bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan pinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat.

Kasus yang menjerat ACT akibat adanya dugaan penyelewengan dana. Karenanya bakal berakibat pidana. Baginya, dalam UU 28/2004 mengatur para pendiri atau pengurus dilarang mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan. Kendati begitu, kepolisian, kejaksaan, ataupun pihak ketiga yang berkepentingan perlu meliihat aturan anggaran dasar ACT.

“Apakah ada hal yang mengatur tentang gaji dan sarana pengurus berupa keputusan dewan pembina, untuk mengetahui apakah ada ruang penyelewengan regulasi dibuat dalam anggaran dasar? Karena motivasi perbuatan pelaku akan terlihat dari pintu regulasi, anggaran dasarnya,” ujar Azmi kepada Hukumonline, Selasa (5/7).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait