Rapor Pemilukada 2010 Buruk Lantaran Penegakan Hukum Lemah
Berita

Rapor Pemilukada 2010 Buruk Lantaran Penegakan Hukum Lemah

Penyusunan RUU Pemilukadamenjadi peluang terbaik untuk memperbaiki penyelenggaraan pemilukada yang lebih baik.

Oleh:
Abdul Razak Asri
Bacaan 2 Menit
Rapor Pemilukada tahun 2010 buruk lantaran penegakan hukum<br> lemah. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Rapor Pemilukada tahun 2010 buruk lantaran penegakan hukum<br> lemah. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Penyelenggaraan pemilukada sepanjang tahun 2010 kembali diberi catatan minor oleh kalangan LSM. Setelah ICW yang memberi cap “Pemilukada 2010 Koruptif”, kini giliran Konsorsium untuk Reformasi Hukum Nasional (KRHN) bersama sejumlah LSM pemantau pemilukada yang memberi penilaian.

 

Peneliti KRHN Yulianto mengatakan penyelenggaraan pemilukada 2010 sarat dengan masalah. Salah satu masalah yang paling menonjol adalah aspek penegakan hukum yang lemah. Dampaknya, pelanggaran merajalela dalam penyelenggaraan pemilukada. Faktor penyebabnya, lanjut Yulianto, cukup beragam. “Koordinasi antar penegak hukum kurang optimal,” tukasnya dalam sebuah acara diskusi di KRHN, Selasa (28/12).

 

Soal koordinasi sebenarnya sempat berhembus angin segar dengan dibentuknya Sentra Gakumdu yang melibatkan beberapa instansi terkait Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. Namun, kiprah Sentra Gakumdu ternyata jauh dari yang diharapkan. Kasus-kasus pelanggaran pemilu yang ditangani Bawaslu atau lembaga pengawas lainnya seringkali dimentahkan Polri atau Kejaksaan dengan alasan kurangnya alat bukti.

 

Menurut Yulianto, pengawasan pemilu menjadi tidak optimal karena instansi penegak hukum cenderung memposisikan lembaga pengawas tidak lebih sebagai pelapor. “Tidak jarang Kepolisian atau Kejaksaan menganggap lembaga pengawas seperti panwas pemilukada hanya sebagai pengganggu,” ujarnya.

 

Dalam acara yang sama, Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan laporan lembaga pengawas seringkali tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum dengan alasan minimnya anggaran. Kondisi ini, menurut Said, diperparah dengan minimnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemilukada.

 

Dalih minimnya anggaran diamini oleh Ramdansyah, Ketua Panwas Provinsi DKI Jakarta. Dia mengaku pernah memiliki pengalaman miris ketika meneruskan perkara pelanggaran pemilu legislatif. Dengan alasan anggaran terbatas, tutur Ramdansyah, Kepolisian enggan menindaklanjuti laporan Panwas DKI Jakarta. “Kami bahkan harus menyediakan anggaran sendiri Rp1 juta masing-masing untuk Kepolisian dan Kejaksaan agar laporan kami bisa ditindaklanjuti,” paparnya.

 

Yulianto berpendapat segala curat marut yang terjadi dalam pemilukada bersumber pada kelemahan undang-undang. UU Pemerintahan Daerah, menurutnya, tidak memuat aturan yang jelas seputar penegakan hukum pemilukada. Makanya, dia berpendapat penyusunan RUU Pemilukada di DPR merupakan peluang strategis untuk mewujudkan pelaksanaan pemilukada yang lebih baik.

Tags: