Realisasi APBN Rendah, Pertumbuhan Ekonomi Lambat
Berita

Realisasi APBN Rendah, Pertumbuhan Ekonomi Lambat

Kebijakan BI mengarah pada stabilisasi ekonomi yang bertumbuh.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Realisasi APBN Rendah, Pertumbuhan Ekonomi Lambat
Hukumonline

Rendahnya realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Direktur INDEF Ahmad Erani Yustika mengatakan, realisasi APBN 2013 untuk belanja modal baru mencapai 45 persen. Padahal tahun anggaran 2013 hampir selesai.

"APBN lagu lama, belanja modal baru 45 persen. Padahal kita harapkan sebagai pengungkit untuk pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk infrastruktur," kata Erani di Jakarta, Selasa (26/11), lalu.

Erani melanjutkan, sebagai refleksi, pemerintah harus memperhatikan beberapa poin penting. Pertama, pemerintah harus memperbaiki industrialisasi di Indonesia yang lima enam tahun terakhir tidak berjalan maksimal. Sebelumnya, kontribusi sektor industri cukup tinggi, ekspor pertambangan dan perkebunan mencapai angka 80 persen. Diversifikasi terbuka lebar. Sayangnya, dalam hal ini tidak mengalami perkembangan yang baik. "Mungkin kita terlambat memasuki diversifikasi itu, nah ketika kita bisa masuk, kita enggak punya barang," ungkapnya.

Harusnya, Indonesia bisa membuka akses pasar melalui industrialisasi yang berkembang. Tetapi faktanya, yang membuka akses pasar adalah negara lain.

Kedua, Indonesia nyaris yak bisa mengatasi problem CAD, diluar defisit migas. Ketiga infrastruktur juga menjadi hambatan utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kendati rencana pembangunan infrastruktur sudah direncanakan dalam MP3EI, namun tetap saja tidak berjalan signifikan. Erani menilai, lambannya pembangunan innfrastruktur disebabkan oleh eksekusi rencana yang tidak kuat.

"Cerita yang sudah berualng kali kita baca dan dengar. Sudah ada rencana pemerintah di MP3EI, ada semangat untuk infrastruktur. Barangkali problemnya ada di eksekusi yang tidak kuat," ungkap Erani.

Pnyelesaikan program infrastruktur dalam MP3EI pasti akan menghadapi hambatan dan kendala. Tetapi sayangnya, pemerintah tidak mengawal dan juga tidak segera mengatasi hambatan dan kendala.

Pengamat perbankan Ryan Kiryanto menilai standar Bank Indonesia saat ini adalah stabilisasi pertumbuhan ekonomi yang over. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan situasi ekonomi Indonesia karena inflasi yang tinggi akibat impor minyak yang besar.  "Setiap hari impor 160 juta dolar AS, ini juga yang mempresure rupiah sehingga tidak bisa menguat," kata Ryan.

Kondisi tersebut, lanjutnya, membuktikan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang rapuh. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh BI sepanjang tahun ini mengarahkan stabilisasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh, yakni setara 5,6-5,8 persen.

"Respon pelaku usaha suka tidak suka dengan momentum dan ini akan diikuti pelaku usaha. Beberapa korporasi senang dengan perlambatan karena momentum perlambatan ekonomi ini adalah  program rehabilitas dan detoksifikasi," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait