Refleksi KAI Tahun 2019: Menuju Sistem Multibar demi Profesionalitas Advokat Indonesia
Berita

Refleksi KAI Tahun 2019: Menuju Sistem Multibar demi Profesionalitas Advokat Indonesia

KAI sebagai organisasi advokat akan selalu berada di garda terdepan dalam menjawab tuntutan perubahan hukum dan profesionalitas advokat Indonesia. Pilihan multibar adalah sikap politik KAI untuk memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, untuk membangun kesepahaman dan kesetaraan peran antara aparat penegak hukum dalam menjalankan fair trail justice system, perlu ada pendidikan bersama antara penegak hukum. Sebagai contoh, kita dapat sama-sama merujuk pada program pendidikan bersama pada isu Anak Berhadapan Hukum (ABH).

 

Eksistensi Organisasi Advokat di Indonesia

Permasalahan advokat yang sering kali dibawa ke ranah peradilan umum dan konstitusi seperti pseudo judicial conflict, secara ironis masih mengesampingkan fakta perilaku advokat mana kala mahkamah, pemerintah, dan DPR RI berpendapat bahwa: organisasi advokat bukan lembaga negara, melainkan organnya. Berdasarkan kajian dari banyak literasi, sebuah organ negara amat berbeda dengan lembaga apalagi alat negara.

 

Tahun 2019 sendiri masih tetap diwarnai dengan upaya Uji Materi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait bentuk organisasi advokat. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, KAI tidak melihat adanya persoalan terkait banyaknya organisasi advokat yang menjalankan kewenangan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Adapun hasil Rapat Permusyawaratan 9 Hakim Konstitusi pada Senin (7/10/19) telah diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada Kamis (28/11/19) pukul 10.24 WIB.

 

Dalam Perkara Nomor: 35/PUU-VII/2018 ini pada pokoknya memohonkan seluruh Frasa “Organisasi Advokat” yang menguraikan 15 kewenangan dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dijalankan oleh PERADI. Mahkamah  dalam putusannnya menyatakan: MENOLAK PERMOHONAN PARA PEMOHON SELURUHNYA.

 

Putusan tersebut menegaskan, kita tidak boleh menutup mata terhadap masa daepan dunia advokat yang multibar. Namun, yang paling penting adalah pendapat dari Mahkamah Agung dan politik hukum advokat pemerintah untuk mendorong pembuat undang-undang agar membahas kembali revisi Undang-Undang Advokat yang secara historis telah diperjuangkan oleh Adv. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (saat ini Presiden Kongres Advokat Indonesia Masa Jabatan 2019-2024) sejak tahun 2011.

 

KAI menyadari betul, banyaknya pengajuan uji materiil terhadap UU Advokat sepanjang tahun 2003 hingga 2019 menjadi tanda UU ini bermasalah. Bahkan, peraturan turunan UU Advokat pun tidak pernah ada. Ini sebabnya, KAI kukuh pada pendapat bahwa UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat sudah saatnya direvisi dan amat terbuka pada semua pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama merumuskan revisi UU Advokat.

 

Bagaimanapun, seberapa kuat keinginan untuk membentuk wadah tunggal, sejarah harus menjadi cermin dan pelajaran bahwa bentuk tersebut tidak pernah bisa dipertahankan. Justru, organisasi advokat telah membuktikan, dengan membagi kekuatan—advokat mampu menjadi bagian utama dari pendiri negara dan pembaru hukum di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait