Reformasi Birokrasi Peradilan, Tugas Penting Ketua MA yang Baru
Berita

Reformasi Birokrasi Peradilan, Tugas Penting Ketua MA yang Baru

Marwah dunia peradilan harus tetap dijaga, terutama yang berkaitan dengan isu korupsi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Selain hukuman pidana, Kurnia mengkritik hukuman lain berupa uang pengganti. Temuan ICW, dari 1.019 perkara dan 1.125 terdakwa, kerugian negara mencapai Rp12 triliun. Pidana tambahan yang tertera dalam Pasal 18 No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) berupa uang pengganti hanya Rp780 miliar, sehingga hanya kurang dari 10 persen saja kerugian keuangan negara bisa dikembalikan. “Harusnya ke depan (hakim) memberikan efek jera dengan hukuman pidana maksimal. Kalau ada kerugian negara atau aset yang berhubung dengan pasal korupsi, harusnya bisa dikenai Pasal 18 UU Tipikor,” terangnya.

Syarifuddin resmi terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) periode 2020-2025 menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun pada 7 April 2020 dan turun dari jabatan Ketua MA pada 1 Mei mendatang. Syarifuddin yang awalnya menjabat sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, terpilih sebagai Ketua MA setelah melalui dua putaran pemilihan.

Pada putaran pertama, ia berhasil unggul dari lima hakim yang mendapat perolehan suara untuk menjadi Ketua MA dengan 22 suara. Total hakim yang memiliki hak pilih dan dipilih berjumlah 47. Namun, karena putaran pertama tidak ada hakim yang memenuhi syarat 50 persen tambah satu suara dari para pemilih, maka dua hakim dengan perolehan suara terbanyak yakni Syarifuddin dan Andi Samsan Nganro harus ikut pemilihan putaran kedua.

Pada putaran kedua, Syarifuddin berhasil unggul lagi dari Andi dengan 32 suara. Sedangkan Andi mendapatkan 14 suara. Oleh karena itu, menurut Hatta Ali yang memimpin pemilihan, sesuai dengan tata tertib MA menetapkan Syarifuddin sebagai Ketua MA periode 2020-2025 terpilih.

Tags:

Berita Terkait