Regulasi Jadi Salah Satu Tantangan dan Kesiapan Startup untuk IPO
Utama

Regulasi Jadi Salah Satu Tantangan dan Kesiapan Startup untuk IPO

Sejumlah hal menjadi tantangan startup menuju IPO, di antaranya pemilihan yurisdiksi, kesiapan struktur internal startup di tahap pra IPO, dan kesiapan peraturan di Indonesia untuk mengakomodasi IPO startup.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

“Kemudian, mengenai kesiapan struktur internal startup tahap pra IPO. Seringkali rencana IPO startup disebabkan karena struktur internal start up yang dianggap belum cukup memadai untuk IPO, sehingga membutuhkan restrukturisasi internal yang memakan waktu cukup lama dan mahal,” lanjutnya.

Hal yang tidak luput dari perhatian adalah mengenai regulasi yang ada. Bono Daru Adji mengemukakan bahwa kesiapan peraturan di Indonesia untuk mengakomodasi IPO startup terdapat sejumlah persoalan.

“Pada awalnya, peraturan di Indonesia dianggap belum cukup memadai bagi start up untuk melaksanakan IPO, namun saat ini peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mulai disesuaikan dengan kebutuhan start up yang bermaksud untuk IPO,” terangnya.

IPO menyimpan dua sisi kemungkinan, di satu sisi menguntungkan di sisi lain berkebalikan. Sebuah perusahaan harus mempertimbangkan banyak hal sebelum melakukan IPO. Dari sisi modal, IPO dinilai sebagai jalan yang tepat untuk mendapatkan modal, namun di sisi lain IPO beresiko tinggi.

IPO sering dijadikan sebagai exit strategy untuk mendapatkan modal yang cukup besar dari penjualan kepada publik untuk kemudian membagikan risiko kepada sekelompok pemegang saham.

Bono Daru Adji juga menyinggung mengenai kepemilikan asing dalam IPO. Berlakunya pembatasan asing dalam perusahaan agar lebih jelas mengatur persentase kepemilikan.

“IPO mengecualikan pembatasan kepemilikan asing, komposisi kepemilikan saham paling sedikit 15% dan komposisi saham dengan hak suara paling sedikit 51% wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia,”  jelasnya.

Hal ini berdasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf f dan g PBI No.23/6/PBI/2021 yang menyatakan, porsi kepemilikan saham asing dihitung sesuai kepemilikan secara langsung maupun tidak langsung, serta kepemilikan secara tidak langsung dihitung sampai dengan pemegang saham akhir.

“IPO menjadi alternatif untuk menghitung kepemilikan domestik, ketentuan pembatasan kepemilikan saham tidak berlaku terhadap kegiatan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung atau portfolio yang transaksinya dilakukan melalui pasar modal dalam negeri. Seluruh pemegang saham asing perseroan yang memiliki saham di bawah 5% dapat dikategorikan sebagai penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung atau portfolio post IPO,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait