Regulasi Pelarangan Tak Tepat Bisa Pacu Konsumsi Minuman Beralkohol Ilegal
Berita

Regulasi Pelarangan Tak Tepat Bisa Pacu Konsumsi Minuman Beralkohol Ilegal

Wacana pelarangan minuman beralkohol (minol) mencuat ke publik dalam beberapa hari terakhir. Wacana tersebut berkaitan dengan kembalinya dibahas RUU Larangan Minuman Beralkohol di parlemen.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi minuman beralohol. Foto: RES
Ilustrasi minuman beralohol. Foto: RES

Penanganan peredaran alkohol ilegal membutuhkan reformasi regulasi. Tidak hanya itu, dibutuhkan upaya komprehensif dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk benar benar efektif menekan dampak kesehatan yang merugikan dan angka kematian. Kebijakan terkait penanganan peredaran alkohol idealnya memperhatikan semua opsi yang ada dan dampak-dampak yang ditimbulkannya.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, tujuan peraturan pusat dan daerah mengenai minuman beralkohol yang sudah ada saat ini dimaksudkan untuk mencegah orang untuk minum alkohol legal berdasarkan alasan kesehatan masyarakat, kebudayaan, dan keagamaan. Namun, peraturan pelarangan tersebut justru membawa konsekuensi negatif, yaitu beralihnya konsumen alkohol legal ke alkohol ilegal. Jenis-jenis minuman beralkohol yang termasuk ke dalam alkohol ilegal ini ada empat yaitu alkohol selundupan, alkohol palsu, alkohol substitusi dan alkohol oplosan.

Semua jenis alkohol ini dibuat dan diedarkan secara tidak resmi atau tidak tercatat oleh negara. Bahan-bahan yang digunakan pun tidak dapat dipastikan keamanannya. Hal-hal inilah yang membuat konsumsi alkohol ilegal menjadi jauh lebih berbahaya daripada alkohol legal atau yang resmi tercatat dan diawasi oleh negara. (Baca: Sudah Diatur Ketat, Pelaku Usaha Tolak RUU Larangan Minuman Beralkohol)

“Ketika akses terhadap alkohol legal dibatasi, konsumen beralih ke opsi yang ilegal. Hasil penelitian kami menunjukkan alasan utama penyebaran alkohol ilegal adalah karena kelompok masyarakat berpendapatan rendah tidak dapat mengakses alkohol legal diakibatkan harga retail yang tinggi dan ketersediaan yang terbatas di toko-toko. Hasil penelitian CIPS pada 2016 juga mengonfirmasi bahwa harga yang lebih murah dan akses yang lebih mudah adalah alasan utama orang mengonsumsi alkohol oplosan,” jelas Pingkan.

Untuk mengurangi dampak negatif dari konsumsi alkohol ilegal, baik dampak kepada kesehatan hingga kematian, CIPS merekomendasikan kepada pemerintah untuk untuk merelaksasi pembatasan akses terhadap alkohol legal karena konsumsi alkohol ilegal menimbulkan risiko yang tidak terukur terhadap masyarakat, menyebabkan dampak serius pada kesehatan serta memunculkan distribusi terselubung melalui pasar gelap. Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 158 Tahun 2018 juga perlu direvisi untuk menurunkan tarif cukai alkohol seluruh kategori.

Selain itu, pemerintah sebaiknya juga membuka akses terhadap alkohol lokal yang harganya terjangkau dan memberikan masyarakat opsi yang lebih murah dan aman serta dapat dimonitor lebih mudah, sekaligus mendukung sektor pariwisata dan industri lokal.

Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi, lanjut Pingkan, yaitu penegakkan hukum untuk membatasi akses usia minimal untuk mengonsumsi alkohol. Hal ini perlu diperketat guna mencegah konsumsi alkohol oleh anak-anak di bawah umur. Dengan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013, Permendag Nomor 06 Tahun 2015 dan peraturan-peraturan daerah yang melarang penjualan alkohol legal, maka toko-toko berizin, seperti minimarket dan toserba, dapat menyediakan akses ke alkohol legal, setidaknya untuk kategori dengan kadar alkohol terendah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait