Rekomendasi IJRF mengenai Advokat Layak Dijalankan
Berita

Rekomendasi IJRF mengenai Advokat Layak Dijalankan

Pemerintah bisa memberikan insentif agar advokat mau menjalankan berprofesi di daerah.

Oleh:
Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: Di Balik Sentilan Wapres tentang Dana Bantuan Hukum)

 

Untuk itu, Luhut menyatakan dukungan terhadap rekomendasi IJRF terkait ketersediaan advokat di wilayah pelosok. Dalam hal ini, pemerintah bisa mengalokasikan dana dari APBN, misalnya dana bantuan hukum yang bisa dimobilisasi untuk membayar jasa advokat yang masuk ke pelosok.“Itu ide yang baik untuk didukung bahwa profesi advokat perlu tersebar sampai ke tingkat-tingkat desa,” tegasnya.

 

Dana bantuan yang disediakan Pemerintah di APBN dan disalurkan ke organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) sebenarnya termasuk salah satu jalan keluar terhadap masalah akses bantuan hukum di pelosok dan pulau-pulau terluar. Tetapi tak semua PBH yang terakreditasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menaruh perhatian pada hak atas bantuan hukum warga pelosok dan pulau terluar. Sama seperti profesi advokat, PBH pada umumnya juga berkedudukan di kota.

 

Untuk memaksimalkan pemenuhan hak masyarakat pelosok dan pulau terluar atas bantuan hukum, Luhut mengusulkan Pemerintah membuat program yang mirip dokter PTT (Pegawai tidak tetap). Dokter PTT dikirim ke daerah sebagai syarat untuk mendapatkan izin praktek. Mekanisme yang serupa bisa dijalankan. “Kalau di advokat, itu ada probono. Tapi di Peradi sendiri itu baru tahap imbauan, belum sampai kewajiban. Tapi kita dapat memberikan penghargaan, jadi misal ada advokat tentunya yang sudah berpengalaman melakukan perkara probono, satu perkara kita hitung dua,” tegasnya.

 

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengatakan bahwa ketersediaan advokat ke seluruh wilayah Indonesia membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Pemerintah bersama organisasi advokat  Tetapi untuk langkah awal, pemerintah bisa melakukan beberapa hal guna memuluskan niatan tersebut.

 

Pertama, pemerintah harus memetakan data kasus-kasus pidana yang diancam kurungan di atas 5 tahun penjara. Karena pidana dengan ancaman di atas 5 tahun penjara, wajib disediakan pengacara oleh negara. “(Ancaman 5 tahun penjara) Itu wajib disediakan lawyer, dengan memastikan itu, datanya sudah ada belum, karena itu prioritas utama dan itu harus ada dulu datanya,” katanya.

 

Kedua, pemerintah harus memberikan insentif bagi advokat-advokat yang mau mengabdikan diri ke daerah. Insentif, lanjutnya, tidak melulu berbentuk materi. Pemerintah bisa memberikan insentif seperti memudahkan mencari pekerjaan pasca berdinas di daerah terpencil, memberikan para advokat kasus-kasus kenegaraan atau mendapatkan program-program khusus sehingga para advokat tetap bisa estafet setelah menyelesaikan pekerjaan di daerah.

 

“Insentifnya ya model-model seperti itu. Dalam hal ini, pemerintah dan organisasi advokat harus berkolaborasi. Organisasi yang punya anggota advokat, pemerintah yang punya kemampuan untuk memberikan insentif. Ini harus dipikirkan,” ujarnya.

 

Ketiga, pemerintah bisa memberikan insentif kepada advokat di pusat-pusat ekonomi baru yang tengah dibangun saat ini. Caranya, memberikan kontrak-kontrak pekerjaan dari perusahaan-perusahaan di darah tersebut kepada advokat yang juga berada di daerah yang sama.

Tags:

Berita Terkait